Bisnis.com, JAKARTA—Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Harjo mendesak pemerintahan Joko Widodo menetapi janji membangkitkan sektor kemaritiman dengan mendorong pengembangan industri perkapalan nasional.
“Industri perkapalan selama ini seperti dianaktirikan. Padahal industri ini sangat strategis, tidak hanya padat modal, padat karya dan teknologi, industri ini juga menyatukan seluruh kepulauan Indonesia dengan menyediakan angkutan super-massal," katanya, Rabu (5/11/2015).
Menurut Bambang, industri perkapalan merupakan bagian penting dari pelayaran sebab berperan utama dalam memeriksa kelayakan kapal yang wajib docking sebelum mendapatkan sertifikasi dan diizinkan berlayar di perairan Indonesia.
“Tidak akan ada pelayaran jika tidak ada kapal, dan tidak akan ada kapal jika tidak ada galangan Industri ini penunjang utama sektor pelayaran, sehingga sangat layak diberikan insentif agar bisa berkembang,” katanya, Rabu (5/11/2014).
Bambang menegaskan pemerintahan Joko Widodo harus mewujudkan janji politiknya untuk membangkitkan sektor kemaritiman demi kesejahteraan rakyat.
“Pemerintahan baru harus nyata dukungannya kepada maritim, jangan lamban dan berpikir birokratis lagi. Kami di DPR akan ikut mendesak pemerintah,” ujarnya.
Dia menjelaskan industri perkapalan merupakan hulu dari sektor maritim sehingga perlu dibebaskan dari beragam pajak atau cukai, sementara kapal impor bebas bea masuk dan pajak.
“Jangan mengandalkan pajak dari sektor hulu seperti galangan, sebab perannya terhadap pendapatan negara sangat kecil dibandingkan efek berantainya terhadap perekonomian nasional,” katanya.
Pemerintah sudah membebaskan bea masuk kapal impor, tetapi pembangunan kapal di dalam negeri masih dibebani pajak, bea masuk komponen dan cukai.
Selain itu, bank nasional menilai perkapalan termasuk industri berisiko tinggi sehingga sulit menyalurkan kredit, ditambah dengan bunga pinjaman yang relatif tinggi.
Menurut Bambang, angkutan laut setiap tahun mampu mendistribusikan sekitar 1,2 miliar ton barang atau 95% dari total angkutan di dalam negeri, sedangkan sisanya diangkut oleh moda transportasi lain.
Di sisi lain, tuturnya, jumlah kapal berbendera Indonesia bertambah dari sekitar 5.000 unit sebelum penerapan asas cabotage pada 2005 menjadi 13.000 unit saat ini. Sayangnya, jumlah galangan tidak bertambah segnifikan, sehingga untuk reparasi kapal pun masih kurang.
“Akibatnya transportasi laut terseok-seok. Jangankan membangun kapal baru, kapasitas untuk reparasi pun masih kurang karena industri ini harus berjuang sendiri agar bisa bertahan hidup,” ujarnya.