Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah berencana merevisi peraturan menteri perdagangan tentang ketentuan ekspor produk industri kehutanan, sehingga berpotensi membebaskan pengusaha produk kayu di lini hilir dari kewajiban mengantongi sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK).
Mendag Rachmat Gobel mengungkapkan Kementerian Perdagangan telah membicarakan pengkajian ulang soal Permendag No.81/2013 tersebut dengan para pelaku usaha terkait. Menurutnya, kewajiban memiliki SVLK per Januari 2015 bakal ditangguhkan.
“Hasil diskusi yang dapat kami sampaikan adalah [yang akan dikenai SVLK] hanya supplier-nya saja, pemasok bahan bakunya saja. Yang [industri] kecil menengah tidak perlu, karena mereka penggunanya. Supplier-nya yang kami minta,” tuturnya, Selasa (4/11/2014).
Dia menyebutkan pembebasan mandatori SVLK bagi produsen barang kayu adalah salah satu fokus kerjanya dalam waktu dekat. Menurutnya, pembebasan itu akan meringankan beban pengusaha kecil mengingat biaya sertifikasi yang mahal mencapai lebih dari Rp30 juta.
Secara terpisah, Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Partogi Pangaribuan membenarkan Kemendag di bawah pimpinan Rachmat Gobel memang bakal mewajibkan kepemilikan SVLK hanya untuk pengusaha kehutanan di lini hulu saja.
“Sebaiknya seperti itu. Menurut hemat kami, IKM kan pembuat mebel, semestinya yang harus diverifikasi pemasok kayunya karena dia yang mengambil kayu, sehingga asal-usul kayu itu jelas. Tidal lagi menyulitkan IKM yang hanya memproses.”
Dengan adanya wacana tersebut, lanjutnya, kemungkinan besar ekspor produk kayu mulai tahun depan tidak akan lagi diwajibkan ber-SVLK. Dalam waktu dekat, Kemendag akan segera menuntaskan pembahasan revisi permendag tersebut.
Partogi menjelaskan otoritas perdagangan tengah membahas rencana tersebut dengan kementerian lain dan memilah-milah industri produk kayu di hilir, sehingga kemungkinan pembebasan kewajiban SVLK tidak hanya diberikan kepada industri skala kecil saja.
“Ini sedang kami pilah-pilah. Produsen mebel itu sebenarnya sama semua, hanya menggunakan kayu saja. Dan itu menjadi andalan ekspor RI. Jadi yang memasok ini yang seharusnya diverifikasi, kalau penggunanya kan cuma terima saja.”
Saat ini, Kemendag juga tengah mencari mekanisme agar kayu yang digunakan pengrajin tetap dapat dilacak legalistasnya. Menurut Partogi, nantinya akan dibuat daftar pemasok produk kehutanan yang sudah tersertifikasi.
Dengan adanya daftar itu, produsen hanya diperbolehkan membeli bahan baku dari pemasok terdaftar tersebut. “Kalau tidak ambil dari situ, dan tidak bisa membuktikan [legalitasnya], berarti enggak benar. Nanti kami menyediakan dokumen pendamping ekspornya.”