Bisnis.com, JAKARTA—Direktorat Jenderal Pajak bekerja sama dengan Penyidik Bareskrim Polri menangkap 10 orang yang diduga terlibat dalam penerbitan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau palsu.
Pejabat Pengganti Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Wahju K. Tumakaka dalam keterangan resmi mengatakan penangkapan tersebut terjadi dalam kurun waktu 27-31 Oktober 2014.
Kesepuluh orang tersebut, menurutnya adalah anggota dari empat jaringan penerbit faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Beberapa diantaranya berperan sebagai kurir yang bertugas menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) ke kantor pelayanan pajak.
Dari 10 orang, tujuh di antaranya berstatus tersangka dan telah ditahan di Bareskrim Polri. Sementara tiga orang lainnya yang bertindak sebagai kurir saat ini masih berstatus sebagai saksi.
Wahju mengungkapkan, dari keempat jaringan penerbit faktur pajak palsu ini, dua jaringan telah menimbulkan kerugian negara sekitar Rp41 miliar. Sedangkan dua jaringan lainnya tengah dalam pengembangan kasus.
Dari pendalaman yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Pajak, lanjutnya, penerbitan faktur pajak ini diduga pesanan dari perusahaan-perusahaan besar yang tersebar di wilayah Indonesia.
Menurutnya, berdasarkan undang-undang yang berlaku, penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya diancam pidana penjara paling lama 6 tahun penjara dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti setoran pajak.
Sepanjang tahun ini, ujarnya, PPNS Ditjen Pajak bersama dengan Bareskrim Polri telah melaksanakan penyidikan tindak pidana bidang perpajakan sebanyak 57 kasus dan sebagian besar berkaitan dengan penerbitan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
Modus operandi lain yang dilakukan antara lain tidak menyampaikan SPT, menyampaikan SPT yang isinya tidak benar, dan memungut pajak tapi tidak menyetor.