Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan pemeriksaan penerbitan obligasi daerah lebih baik dilakukan oleh auditor independen ketimbang oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Pada dasarnya penerbitan obligasi itu memang diperlakukan sama. Oleh karena itu, harusnya dari pihak independen saja yang melakukan auditnya, bukan dari OJK atau BPK,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad di Gedung BPK.
Meski demikian, dia mengaku hal itu perlu diteliti lebih lanjut mengingat obligasi daerah merupakan sesuatu hal yang baru bagi pemerintah daerah. Oleh karena itu pendampingan dari pemerintah, terutama Kementerian Keuangan mutlak diperlukan.
Seperti diketahui, OJK tengah melakukan pendekatan lebih proaktif ke daerah mengenai obligasi. Pasalnya, daerah berkembang akan memiliki ekonomi dan infrasruktur yang baik apabila pendanaan infrastruktur diperoleh melalui obligasi.
Meski begitu, masih terhadap kendala terhadap wacana obligasi daerah tersebut. Salah satunya mengenai auditor. Hal ini dikarenakan apabila obligasi daerah mengalami gagal bayar, maka kemungkinan besar pemerintah pusat yang akan menanggung.
Di tempat yang sama, Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan masih mengkaji masuk tidaknya auditor BPK dalam penerbitan obligasi daerah. Menurutnya, BPK pasti masuk apabila ada keuangan daerah atau pusat yang masuk dalam obligasi tersebut.
“Sebenarnya ini tergantung polanya itu, jika masuk di dalam keuangan pusat atau daerah maka BPK pasti akan terlibat. Kalau itu misalnya bisa dipisahkan, mungkin BPK tidak akan masuk. Tapi saya kira masih perlu kajian yang lebih dalam lagi,” jelasnya.
Senada dengan OJK, Harry mengaku obligasi daerah dapat memenuhi kebutuhan belanja pemerintah, terutama dari penyediaan infrastruktur. Menurutnya, porsi belanja infrastruktur di hampir seluruh daerah sangat minimal dari APBD.
Selain Kemenkeu, dia menilai Kementerian Dalam Negeri juga perlu berpartisipasi demi keberhasilan penerbitan obligasi daerah. Rencananya, Harry akan merekomendasikan bentuk koordinasi antara dua kementerian tersebut dalam pemeriksaan BPK.
“Selain itu juga perlu diingat, pemerintah daerah perlu menjamin pola APBD dengan pengeluaran obligasi secara proporsional. Jadi jangan sampai APBD-nya default karena nantinya akan juga mempengaruhi APBN,” tegasnya.
Sekadar informasi, Provinsi Jawa Barat berencana menerbitkan obligasi dengan nilai emisi US$338 juta atau setara Rp4 triliun. Rencananya, obligasi itu akan digunakan untuk mendanai pembangunan bandara.
Seperti dikutip dari Bloomberg, Manulife Aset, unit pengelolaan dana lokal Manulife Financial Corp, yang juga merupakan perusahaan asuransi terbesar di Kanada, diperkirakan akan membeli obligasi Jawa Barat tersebut.