Bisnis.com, JAKARTA -- Ketidakjelasan rencana penaikan harga BBM subsidi memunculkan ketidakpastian baru. Pasar bereaksi negatif karena pemerintah tidak kunjung memberi kepastian setelah gagasan itu berkali-kali didengungkan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla selama kampanye.
Indeks harga saham gabungan kemarin melanjutkan pelemahan untuk hari ketiga. IHSG yang sempat dibuka menguat di level 5.028, terus melemah hingga ditutup di zona merah 5.001 atau jatuh 0,46% dari posisi sehari sebelumnya.
Pada saat yang sama, rupiah kembali melemah 0,5% ke level Rp12.169 setelah terdepresiasi sejak pekan lalu.
"Pelaku pasar melihat waktu kampanye, mendengung-dengungkannya kenaikan harga BBM, pengalihan subsidi BBM ke belanja yang lebih produktif. Setelah dilantik, tidak ada arah yang pasti soal rencana ini. Reaksi pasar itu cepat," kata ekonom senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan, Selasa (28/10/2014).
Ketidakjelasan itu terlihat dari hasil sidang kabinet perdana Kabinet Kerja, Senin (27/10), yang sama sekali tidak menyentuh rencana kenaikan harga BBM.
Seusai sidang kabinet perdana, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro hanya menyampaikan pemerintah memikirkan ketahanan fiskal, tetapi tidak ingin mengorbankan ketahanan ekonomi.
Besaran kenaikan harga BBM sedang dipikirkan agar tidak sampai mengoreksi pertumbuhan ekonomi terlalu dalam.
Fauzi berpendapat pemerintah tidak perlu ragu menaikkan harga BBM, apalagi selama ini argumentasi subsidi BBM tidak tepat sasaran, sarat penyelundupan, dan membuat ruang fiskal untuk infrastruktur sempit, kerap disampaikan kepada publik.
"Kalau sekarang alasannya pertumbuhan ekonomi, kan tidak konsisten," ujarnya.
Menurutnya, justru dengan kenaikan harga BBM, pemerintah dapat membangun infrastruktur yang berdampak ganda (multiplier effect) sehingga memacu pertumbuhan pada gilirannya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika berpendapat pemerintah sebaiknya tidak mengulur-ulur rencana kenaikan harga BBM dengan alasan pertumbuhan ekonomi.
"Pemerintah jangan menyusun kebijakan dengan asumsi di surga. Semuanya ingin dicapai. Kebijakan ekonomi pasti ada trade off," ujarnya.
Jika ketakutan pemerintah adalah peningkatan angka kemiskinan karena daya beli masyarakat menurun setelah harga BBM naik, menurutnya pemerintah punya banyak pilihan agar kebijakan tersebut tidak membebani masyarakat bawah.
Seperti diketahui, dalam APBN Perubahan 2014, pemerintah sudah mengalokasikan cadangan belanja perlindungan sosial Rp5 triliun yang dapat digunakan untuk kompensasi jika harga BBM dinaikkan menjelang akhir tahun.
Dana dengan nilai yang sama juga dialokasikan dalam APBN 2015, yang dapat digunakan untuk melanjutkan program kompensasi sosial paling tidak hingga dua bulan pertama.