Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan TDL: Pengusaha Tak Masalah, Asal....

Kenaikan harga setrum bukan masalah krusial bagi pelaku industri asalkan impor bahan baku bisa ditekan.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA—Kenaikan harga setrum bukan masalah krusial bagi pelaku industri asalkan impor bahan baku bisa ditekan.

Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri (BPKIMI) Arryanto Sagala mengakui kenaikan tarif dasar listrik (TDL) untuk pelanggan golongan industri menambah beban bagi pebisnis.

Lonjakan tarif itu membuat biaya produksi barang membengkak tetapi tidak bisa seluruhnya dikompensasikan melalui kenaikan harga jual. Pebisnis harus putar otak untuk melakukan efisiensi agar tidak bangkrut.

"Pertekstilan sudah teriak-teriak, lebih bagus pabrik tutup saja daripada beroperasi karena kenaikan TDL itu kebangetan," tutur Arryanto, Senin (27/10/2014).

Demi meringankan beban industri akibat kenaikan TDL, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sempat mengajukan sejumlah usul kompensasi tetapi tak berlanjut.

Lonjakan harga setrum membuat sejumlah sektor industri, seperti tekstil dan besi baja, tertekan.

Usul yang sempat disampaikan Perindustrian ialah penundaan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) untuk industri yang pakai bahan baku lokal, dan pengurangan pajak penghasilan (PPh).

Ada pula keringanan bea masuk impor mesin konversi energi/barang modal yang bisa mengirit biaya produksi.

Arryanto berpendapat semestinya fluktuasi harga energi tidak memberikan pukulan telak kepada pebisnis.

Secara rata-rata porsi biaya energi listrik dalam komposisi biaya di seluruh industri manufaktur sekitar 2,82%.

Komponen terbesar dalam rerata struktur biaya industri manufaktur adalah bahan baku dan penolong sebesar 69,86%.

Aspek utama lain adalah tenaga kerja 13,06% baru setelah itu ada bahan bakar 3,35% dan biaya energi listrik.

Hal lain yang diperhitungkan di dalam struktur biaya bagi pebisnis di sektor manufaktur, yaitu sewa bangunan dan tanah 0,73%, pajak tidak langsung 2,40%, dan jasa industri 0,65%.

Ada pula bunga pinjaman 1,26%, hadiah 0,15%, dan lain-lain 5,72%.

"Kalau mau jujur, komposisi terbesar dalam satu industri manufaktur itu bahan baku dan penolong dan tenaga kerja. Ketergantungan impor bahan baku ini yang repot," ucap Arryanto.

Pada 2010 - April 2014 impor produk hasil industri dengan kode HS 10 digit mencapai 9.023 barang.

Jika dikelompokkan berdasarkan Broad Economic Categories (BEC), impor dominan dengan pangsa 66,70% adalah kelompok bahan baku dan penolong, barang modal 26,73%, dan barang konsumsi 6,57%.

Tingginya ketergantungan terhadap bahan baku dan penolong impor karena industri penunjang domestik terbelakang.

BPKIMI meramalkan ketergantungan impor bahan baku dan penolong tetap di kisaran 60% - 70% hingga lima tahun mendatang.

"Kalau barang impor bisa kita subtitusi ya industri aman [meskipun ada kenaikan TDL]," ucap Arryanto. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper