Bisnis.com, JAKARTA-- Pemerintah didesak segera melegalisasi pemakaian benih transgenik atau Genetically Modified Organism (GMO) pada komoditas jagung guna menihilkan importasi.
Direktur MB Institut Pertanian Bogor Arief Daryanto mengatakan sampai saat ini komersialisasi GMO masih terkendala izin aman pakan, pangan dan lingkungan.
"Beberapa varian sudah aman pakan dan pangan, tapi belum lingkungan. Padahal, dengan benih GM seharusnya kita tidak perlu impor 3,5 juta ton jagung lagi,"katanya dalam acara Pertanian Berkelanjutan Solusi Ketahanan Pangan Indonesia, seperti yang dikutip Bisnis, (6/10).
Arief memaparkan peningkatan produktivitas jagung merupakan cara yang paling mungkin dilakukan untuk mencapai ketahanan pangan serta mengurangi importasi mengingat sulitnya ekstensifikasi pertanian saat ini.
Salah satu cara lainnya, lanjut Arief adalah dengan meningkatkan pemakaian benih jagung hibrida yang kini baru mencapai 50%.
Benih unggul yang tingkatnya masih dibawah GMO tersebut dinilai jadi solusi sembari menunggu diterapkannya GMO.
"Jika jagung hibrida kita bisa mencapai 100 %, hitungannya saja kita sudah tidak usah impor. Apalagi jika GMO ini diterapkan," katanya.
Dia menjelaskan bahwa rata-rata jagung hibrida saat ini menghasilkan produktivitas 4,5 ton/ha. Dengan hibridisasi 100%, jagung dapat menghasilkan 10 ton/ ha.
"Dengan GMO bisa meningkatkan delta (Penambahan produktivitas) hingga 10-15% dari benih hibrida. Bisa dihitung katakanlah 4 juta hektar di kalikan 2 ton/ ha saja sudah 8 juta ton/ha, padahal kita impor 3,5 juta ton/ha," jelasnya.
Namun, Arif mengatakan penambahan produktivitas tersebut juga harus disertai dengan peningkatan holistik di semua bidang.
"Masalah lahan, irigasi, infrastruktur secara holistik juga harus ditingkatkan. Karena jika benihnya saja unggul tapi tidak didukung, pengurangan impor juga akan sulit," katanya.
Monsanto
Sementara itu, Corporate Affairs Lead Monsanto Indonesia Herry Kristanto mengatakan sampai saat ini perusahaannya belum berani mengkomerisalisasikan bibit GMO hingga pemerintah memberikan lampu hijau..
"Belum sampai dapat izin pemerintah, sekarang ini kami hanya fokus pada hibrida saja," katanya di tempat yang sama.
Padahal, Herry mengatakan benih transgenik pernah diterapkan pada 1996, namun sampai sekarang tidak terlihat dampak lingkungan yang ditakutkan dari penerapan GMO.
"Sementara itu Filiphina sudah mengadopsi ini sejak 2002. Begitu juga dengan Vietnam sejak bulan lalu. Kita mungkin akan ketinggalan dengan Vietnam," katanya.
Herry mengatakan perusahaannya tengah fokus pada proyek 100 ha benih hibrida di Mojokerto yang ditargetkan dapat menghasilkan jagung 7-8 ton/ ha.
"Kami membimbing petani dengan agricultural practice untuk minimum mendapatkan 8 ton/ha. Nah kami berkejasama dengan Cargill yang nantinya akan membeli langsung hasilnya," katanya.