Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian mendukung rencana penaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi sebesar Rp3.000 per liter.
Hal ini bisa mendorong preferensi konsumen kepada bensin nonsubsidi lebih besar.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat berpendapat semakin tipis disparitas harga antara bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan nonsubsidi akan mendorong masyarakat lebih memilih bensin nonsubsidi.
“Kenaikan harga harus menghitung reaksi politiknya dan reaksi masyarakat karena ini akan menimbulkan beban baru bagi masyarakat, maka pikirkan betul opsi kompensasinya,” tuturnya, di Jakarta, Kamis (2/10/2014).
Presiden terpilih Joko Widodo secara terpisah sempat mengemukakan opsi penaikan harga BBM bersubsidi.
Kisaran yang tengah diperhitungkan mulai dari Rp500, Rp1.000, Rp1.500, Rp2.000, Rp3.000 per liter.
Apabila rencana tersebut betul-betul diterapkan maka harga premium naik dai Rp6.500 menjadi Rp9.500, sedangkan solar bersubsidi dari Rp5.000 menjadi Rp8.500 per liter.
“Katanya kalau naik Rp3.000 bisa himpun dana penghematan hampir Rp150 triliun,” ucap Hidayat.
Efisiensi uang negara dari penaikan harga bensin tersebut perlu dialokasikan ke sektor lain.
Selain untuk perbaikan infrastruktur juga perlu disalurkan berupa bantuan tunai untuk masyarakat miskin.
Menteri perindustrian (menperin) sadar selama tahun pertama paskapenaikan harga bakal mendapat kontra dari berbagai pihak.
Oleh karena itu Joko Widodo harus terus meyakinkan masyarakat bahwa penaikan harga ini tak bermaksud menyengsarakan rakyat melainkan menyehatkan perekonomian.