Bisnis.com, BATANG—Pemkab Batang menyiapkan lahan produktif pertanian sebagai pengganti lahan pertanian yang terkena proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang berkapasitas 2X1.000 megawatt (MW).
Sekretaris Daerah (Sekda) Batang Nasikhin menyatakan lahan produktif berada di wilayah yang berpotensi pada jenis pertanian. Pihaknya mengatakan lahan produktif bisa menggunakan lahan yang sudah ada atau membuka lahan baru.
“Lahan yang tersedia di sini cukup banyak. Justru proyek itu [PLTU] ditempatkan di Batang dengan pertimbangan tidak mengurangi lahan pertanian atau kelautan,” ujar Nasikhin, Rabu (24/9/2014).
Selain penyediaan lahan baru, pihaknya bakal meminta dinas terkait untuk mendampingi para petani dalam perubahan pola tanam. Artinya, pola tanam yang sudah ada diperbanyak atau menggunakan teknis tanam tertentu.
“Jangan khawatir krisis pangan di wilayah kami,” tuturnya.
Dia menegaskan rencana pembangunan PLTU Batang telah melalui prosedur hingga keluarnya izin analisis dampak lingkungan (amdal). Oleh karena itu, pihaknya menyesalkan penolakan dari warga yang ditengarai mendapat pengaruh dari luar.
“Peninjauan dan penelitian di lapangan telah dilakukan berulangkali. Dan dampak buruknya sangat minim terhadap lingkungan sekitar,” paparnya.
Sementara itu, Greenpeace Indonesia menilai PLTU Batang bakal mengancam lahan perikanan dan pertanian produktif di wilayah Batang yang selama ini menjadi penopang pangan wilayah setempat.
Didit Haryo Wicaksono, Koordinator Akar Rumput Greenpeace Indonesia, mengatakan PLTU yang menggunakan batu bara sebagai sumber energi akan mengancam program kedaulatan pangan yang disebut-sebut sebagai program prioritas oleh Presiden terpilih Joko Widodo. Apalagi saat ini Indonesia masih mengalami defisit pangan, sehingga pemerintah melakukan impor pada komoditas beras dari berbagai negara.
“Kami bersama warga Batang mendukung kedaulatan pangan. Namun satu sisi, ada proyek PLTU yang bisa mengancam hasil bumi dan laut,” papar Didit.