Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Kehutanan menyatakan terhambatnya megaproyek yang dicanangkan pemerintah bukan dikarenakan surat edaran yang mereka keluarkan. Akan tetapi pemilik proyek kesulitan mencari lahan pengganti.
"Mereka [pelaksana proyek] tidak mampu menyediakan lahan pengganti," tutur Hadi Daryanto, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan kepada Bisnis di Jakarta, Senin (15/9).
Surat Edaran Menteri Kehutanan nomor SE, 1/Menhut-II/2014 tertanggal 8 Juli 2014 tentang Penundaan Proses Perizinan Dibidang Kehutanan pada ayat 2 menyatakan perubahan peruntukan kawasan hutan secara parsial (tukar menukar kawasan hutan) serta perubahan fungsi kawasan hutan secara parsial untuk sementara proses pelayanan penerimaannya ditunda sampai terbentuknya pemerintahan baru.
Walau ada surat edaran ini, Hadi menegaskan pemprosesan alih fungsi hutan tetap berjalan seperti biasa.
Namun yang saat ini dihentikan adalah keluarnya persetujuan yang ditandatangani oleh menteri.
Untuk itu para Gubernur, Bupati, Walikota dan para Kepala Dinas tetapdapat memproses seluruh kelengkapan perizinan untuk kemudian dimintakan persetujuan kepada Menteri Kehutanan.
"Sisa waktunya kan tidak lama lagi, jadi tidak masalah karena izinnya [alih fungsi lahan] jalan terus, yang disetop hanya tanda tangannya saja. Diserahkan ke menteri berikutnya," tambahnya.
Hadi juga menyatakan pihak Kementerian Kehutanan tidak akan mengubah isi surat edaran tersebut.
Dedi Supriadi Priatna, Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menyatakan masalah utamanya adalah para pemimpin daerah menolak memproses alih fungsi.
Penolakan muncul karena walaupun izin sudah selesai di tingkat daerah, Menteri Kehutanan tidak akan menerbitkan surat rekomendasi.
Jadinya daerah memilih menunda memproses, menunggu kebijakan menteri baru jelasnya.
Untuk itu pihaknya mengharapkan surat rekomendasi Menteri Kehutanan ini memuat pengecualian untuk proyek-proyek yang sudah berjalan agar tetap dapat diproses.
Pengecualian ini diperlukan karena pemerintahan baru tidak akan langsung efektif bekerja. Sang menteri masih harus melakukan sejumlah penyesuaian dan memahami kewenangannya.
Menurut Dedy, proyek yang terkendala karena izin alih fungsi bernilai lebih dari 20 triliun.
Contoh proyek yang terkendala adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Upper Cisokan 1.000 megawatt senilai Rp13 triliun di Jawa Barat, surat izin alih fungsi proyek ini akan berakhir pada 28 Oktober, juga PLTA Asahan senilai Rp2,7 triliun, sejumlah jalan tol serta megaproyek lainnya yang harus mendapatkan persetujuan alih fungsi lahan dari menteri kehutanan.