Bisnis.com, BANDA ACEH -- Realisasi proyek antara tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand dalam IMT Growth Triangle (IMT-GT) 2014 masih belum optimal. Pertemuan setingkat menteri dari masing-masing negara menyimpulkan rerata realisasi proyek dari keenam kelompok kerja masih mencapai 46%.
Adapun, keenam kelompok kerja tersebut yakni infrastruktur, transportasi dan energi, perdagangan dan investasi, pariwisata, jasa dan produk halal, sumber daya manusia, dan agrikultur, pertanian serta lingkungan.
Hingga saat ini dari total 72 proyek dari Implementation Blueprint yang telah dicanangkan, baru 33 proyek berjalan. Kendati demikian, para wakil pemerintahan dan pihak swasta dari ketiga negara optimistis target realisasi pada 2016 akan tercapai.
Kelompok Kerja IMT-GT 2014
Bidang | Total Proyek | Realisasi |
Infrastruktur dan Transportasi | 25 | 10 (40%) |
Agrikultur, industri pertanian & lingkungan | 13 | 4 (30,8%) |
Perdagangan dan ivestasi | 9 | 7 (77,8%) |
Jasa dan Produk Halal | 8 | 7 (87,5%) |
Pariwisata | 14 | 3 (21,4%) |
SDM | 3 | 2 (67%) |
Total | 72 | 33 (46%) |
Pertemuan ketiga negara diwakili oleh Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung, Menteri Dato' Sri Abdul Wahid Omar dari Malaysia, dan Wakil Menteri Transportasi Thailand Arkhom Termpittayapaisith.
Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung mengakui realisasi proyek di antara ketiga negara berjalan lambat dan belum optimal. Adapun, mulai tahun ini ketiga negara sepakat untuk mempercepat realisasi tersebut.
"Kami berdiskusi kenapa IMT-GT sudah 20 tahun tapi hasilnya belum optimal. Kami ingin quick win, agar seluruh pihak tak kehilangan semangat, baik pemerintah pusat, daerah, maupun pengusaha. Untuk itu, kami ingin merangkul pengusaha lebih dekat," ucap Chairul seusai penutupan IMT-GT 2014, Minggu (14/9/2014).
Lebih lanjut, Chairul pun mengakui selama ini peran pihak swsta terhadap realisasi belum maksimal. Padahal, peran pengusaha paling penting.
Adapun, dalam pertemuan yang berlangsung sejak 11-14 September 2014 tersebut, mereka juga menyepakati untuk lebih melibatkan pihak swasta melalui pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Perbatasan dan profil potensi investasi di masing-masing negara.
Salah satu proyek yang menjadi prioritas dalam pertemuan tersebut adalah konektivitas. Chairul mengatakan, peran pemerintah masing-masing negara sangat penting untuk realisasi proyek.
"Konektivitas di beberapa daerah dari ketiga negara harus mendapat perhatian khusus, baik itu laut maupun udara, agar pergerakan cepat terjadi. Misalya, penerbangan dari Sabang ke Phuket. Setiap tahunnya 12 juta wisatawan datang ke Phuket. Jika penerbangan Sabang ke Phuket dibuka, maka Indonesia bisa paling tidak mengambi 1 juta wisatawan. Ini luar biasa," tambah Chairul.
Lebih lanjut, dia berharap, sebagai langkah awal setelah pembangunan bandara dan pelabuhan selesai, pemerintah daerah dapat mensubsidi dan memberi garansi kepada operator akan ketersediaan penumpang.
"Paling tidak 70% okupansi. Ini sudah berhasil seperti yang pernah dilakukan oleh Gorontalo. Tidak sampai 1 bulan, subsidi sudah bisa dihapus," ucapnya lagi.
Beberapa proyek konektivitas di Indonesia yakni di antaranya pembangunan pelabuhan di Sumatra senilai US$57,4 juta, koridor multimoda Melaka-Dumai US$875,2 juta, tol Trans Sumatra US$493 juta, dan interkoneksi Melaka-Pekanbaru US$300 juta.
Di Malaysia yakni inerkoneksi Melaka-Pekanbaru US$200 juta dan ICQS Bukit Kayu Hitam US$120 juta. Sementara itu, di Thailand yakni pembangunan pelabuhan di Thailand selatan US$25 juta, jalan dalam kota Hat Yai-Sadao US$300 juta dan pembangunan pusat distribusi dan kargo di Thungsong US$28 juta.
Selain itu, di akhir pertemuan Center of IMT-GT Subregional Cooperation juga menandatangani nota kesepahaman perpanjangan kerja sama dengan Asian Development Bank (ADB).
General Director Southeast Asia Department ADB James Nugent mengatakan melalui penguatan kerja sama ini pihaknya akan terus mendukung realisasi proyek yang termasuk ke Implementation Blueprint 2012-2016