Bisnis.com, JAKARTA—Penyelesaian proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batang yang terganjal persoalan pembebasan lahan berada di tangan kontraktor PT Bhimasena Power Indonesia (BPI).
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Nur Pamudji mengatakan pemerintah memberikan dua opsi kepada PT BPI. Pertama, lokasi tetap di Batang dan PLN akan turun tangan dalam pembebasan lahan.
Kedua, proyek pembangkit dipindahkan ke lokasi lain di Jawa Tengah yang tidak memiliki persoalan pembebasan lahan. “Tergantung BPI memilih opsi yang mana,” katanya seperti dikutip Bisnis.com, Rabu (27/8/2014).
Jika BPI memilih opsi pertama, jelasnya, BUMN setrum akan melaksanakan pembebasan lahan dengan payung hukum Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Beleid tersebut mengizinkan ganti rugi dilakukan penitipan di pengadilan sesuai dengan harga pasar jika masyarakat menolak tanahnya dibebaskan untuk proyek yang bermanfaat demi kepentingan umum.
Terkait durasi pembebasan lahan, menurutnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengatakan akuisisi lahan membutuhkan waktu minimal satu tahun.
Nur Pamudji mengungkapkan peran PLN dalam penyelesaian PLTU Batang hanya berhenti pada membantu proses pembebasan lahan. Nantinya, tidak akan ada mekanisme shareholder.
Dikonfirmasi apakah opsi pemindahan lahan tidak merugikan pihak BPI, dia menjawab nilai investasi lahan relatif kecil dibandingkan dana yang dibutuhkan untuk membangun pembangkit secara keseluruhan.
“Ah, belum tentu [rugi]. BPI yang bisa ngomong rugi apa untung, bukan saya,” paparnya. Dia lebih menitikberatkan cara agar persoalan lahan dapat teratasi dan proyek yang menjadi salah satu kunci krisis listrik di Pulau Jawa dapat segera dibangun.
Nur Pamudji mengungkapkan saat ini perseroan masih memberikan waktu kepada BPI untuk memilih opsi yang ditawarkan pemerintah. Harapannya, BPI segera memberikan jawaban agar persoalan cepat terselesaikan.
“Rapat koordinasi yang di Batang sudah 3 minggu yang lalu, kami beri waktulah,” ungkapnya.
Bisnis.com mencoba melakukan konfirmasi kepada BPI mengenai pernyataan PLN yang menyerahkan penyelesaian kepada perusahaan tersebut. Namun, pihak BPI tidak memberikan konfirmasi.
Perlu diketahui, Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung memberikan opsi pemindahan lokasi alternatif bagi PLTU Batang jika pemerintah daerah tidak mampu menyelesaikan pembebasan lahan sesegera mungkin.
”Pembangunan PLTU di Jawa Tengah akan dipindahkan dari Batang ke tempat yang baru, namun tidak menutup kemungkinan seandainya pembebasan lahan dapat dilaksanakan dalam waktu cepat, di Batang pun akan di bangun,” jelasnya.
Lokasi alternatif secara khusus tidak diungkap untuk mengurangi dampak spekulasi harga tanah. Dipastikan area pembangkit baru itu telah disiapkan di wilayah Jateng dengan rencana proyek berkapasitas sama seperti PLTU Batang.
Terkait dengan persoalan pembebasan lahan, hingga saat ini masih ada sekitar 29 hektare lahan yang belum dibebaskan untuk membangun proyek senilai US$4 miliar yang dibiayai Sumitomo Mitsui Banking Cooperation dan Japan Bank for International Cooperation.
Proyek tersebut merupakan hasil kerja sama pemerintah swasta (KPS) yang dimulai pada 6 Oktober 2011 di mana BPI mengumumkan penandatanganan perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) untuk pembelian listrik jangka panjang antara konsorsium BPI dengan PLN.
Perjanjian tersebut menyatakan bahwa BPI akan membangun PLTU Jateng dengan kapasitas total 2x1.000 MW untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik PLN selama 25 tahun ke depan.
Profil PLTU Batang
Nilai Proyek | US$ 4 miliar |
Kontrak | Kerjasama Pemerintah Swasta |
Tanggal Penandatanganan | 6 Oktober 2011 |
Kapasitas | 2 x 1000 megawatt |
Luas Lahan | 226 hektar |
Progres Pembebasan | 197 hektar (Juni 2014) |
Rencana Onstream | 2016 mundur 2018, kini tidak pasti |
Sumber: Pemberitaan Bisnis, diolah, 2014 |