Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlu Riset Tingkatkan Kualitas Kedelai Dalam Negeri

Keputusan Kementerian Perdagangan yang menaikkan harga beli petani (HBP) kedelai dinilai bukan merupakan solusi tepat untuk mengatasi ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai.
  Kedelai. /Bisnis.com
Kedelai. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA-- Keputusan Kementerian Perdagangan yang menaikkan harga beli petani (HBP) kedelai dinilai bukan merupakan solusi tepat untuk mengatasi ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai.

Direktur Eksekutif Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo), Yusan, menilai peningkatan HBP dari Rp7.500/kg menjadi Rp7.600/kg itu tidak akan berpengaruh signifikan terhadap ketergantungan impor dan peningkatan produksi kedelai.

Sebab para pengrajin tahu-tempe yang dikenal sebagai pengguna kedelai terbesar misalnya, lebih memilih menggunakan kedelai impor sebagai bahan baku, dengan alasan kualitas kedelai dalam negeri yang kurang baik.

“Tempe saat ini masih prefer [kedelai dari] Amerika. Untuk bahan tahu, kedelai dalam negeri hanya sebatas sebagai pencampur. Kalau sebagai bahan pokok tahu gampang pecah,” kata dia kepada Bisnis, belum lama ini.

Yusan menjelaskan selama tidak ada perbaikan kualitas kedelai dalam negeri, maka Indonesia masih tetap mengandalkan impor dan akan kesulitan mencapai swasembada kedelai. Peningkatan HBP pun terancam akan sia-sia.

Yang harus dilakukan pemerintah, sambungnya, adalah melakukan riset untuk memperbaiki kualitas kedelai dalam negeri sehingga sesuai dengan kedelai yang memang diinginkan pasar.

“Harus ada riset. Harus disesuaikan dengan permintaan pengrajin [tahu-tempe] kita terhadap kedelai. Kalau mereka sudah senang dengan produk lokal, tidak akan impor,” jelasnya.

Saat ini, kebutuhan kedelai impor nasional kian tinggi, mencapai 2,4 juta-2,5 juta ton per tahun. Selaras dengan pertumbuhan itu, tingkat ketergantungan terhadap kedelai impor pun menyentuh 60%-70%.

Berdasarkan data Badan Pusat Statitik (BPS), produksi kedelai pada 2013 hanya mencapai sekitar 780.160 ton biji kering, turun 7,47% atau 62.990 dari pencapaian produksi pada tahun sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Tegar Arief
Editor : Setyardi Widodo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper