Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyetujui keperluan tambahan pinjaman luar negeri senilai US$993,8 juta untuk pendanaan tahap akhir proyek pembangunan infrastruktur kabel bawah laut Jawa - Sumatera.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana memaparkan Kepala Negara telah menyetujui dikeluarkannya Permen Bappenas tentang Perubahan Revisi atas Blue Book yang menyebutkan tentang pendanaan megaproyek pembangunan infrastruktur kabel bawah laut tegangan tinggi arus searah (HVDC).
Persetujuan itu diberikan oleh SBY pada saat Rapat Kabinet Terbatas dengan sejumlah menteri bidang perekonomian di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (30/6/2014).
“Ini diperlukan agar proses kontrak [PT. PLN] bisa dilakukan. Jika belum ada dananya untuk semua tahap, proyeknya tidak bisa dimulai,” ujarnya.
Jika pembangunan jaringan interkoneksi ini tidak segera dimulai, lanjutnya, akan terjadi kekurangan daya pada sistem Jawa-Bali mulai 2017.
Sementara itu, penggantian kekurangan pasokan listrik dengan pembangkit yang menggunakan BBM dapat menyebabkan peningkatan subsidi listrik senilai Rp26,5 triliun per tahun.
Armida menjelaskan total kebutuhan pinjaman yang diperlukan untuk mendanai pembangunan infrastruktur kabel bawah laut tersebut mencapai US$2.128,25 juta yang dibagi ke dalam empat tahap.
Pinjaman untuk keperluan tahap satu mencapai US$442,25 juta dan pinjaman untuk keperluan tahap dua mencapai US$752,20 juta. Status kedua tahap pinjaman saat ini telah disetujui.
Pinjaman tahap pertama telah mendapatkan komitmen pendanaan dari Pemerintah Jepang (JICA). Adapun usulan pinjaman tahap kedua telah disampaikan melalui surat Menteri Keuangan kepada Dubes Jepang pada 27 Februari 2014 dan saat ini sedang dalam proses pembahasan Exchange of Notes dan draft Loan Agreement.
Sementara itu, kebutuhan pinjaman untuk tahap ketiga mencapai US$752,2 juta dan untuk tahap keempat sebesar US$181,60 juta.
“Tahap 1 dan 2 sudah ada pendanaannya. Nah ini yang dimintakan untuk revisi blue book adalah untuk tahap 3 dan 4. Itu belum ada di Blue Book 2011 - 2014. Nilainya US$993,8 juta,” jelasnya.
Pemerintah, ujar Armida, mempertimbangkan penggunaan pinjaman luar negeri dari JICA untuk mendanai proyek pembangunan infrastruktur kabel bawah laut Jawa – Sumatera.
Pasalnya, lanjutnya, jika dibandingkan dengan bunga pinjaman komersial yang mencapai 4% - 7%, bunga pinjaman JICA jauh lebih rendah yaitu sebesar 1,9%.
Masa pengembalian dan masa tenggang pinjaman JICA pun lebih lama jika dibandingkan dengan pinjaman komersial. Menurut Armida, masa pengembalian pinjaman JICA mencapai 30 tahun dengan masa tenggang mencapai 10 tahun. Sementara itu, masa pengembalian pinjaman komersial mencapai 8 – 12 tahun dengan masa tenggang 1 – 3 tahun.
Jika harus mengambil pinjaman komersial, PLN harus meningkatkan margin dari 7% menjadi 9%. Selain itu, pemerintah harus rela melakukan penghapusan dividen dari PLN.
“Soalnya posisi keuangan PLN saat ini belum cukup kuat kalau untuk itu,” katanya.