Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengelola REDD+ Indonesia mendorong RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) terealisasi sebelum masa kerja DPR RI berakhir tahun ini.
Kepala BP REDD+ Indonesia Heru Prasetyo mengatakan dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, UU itu penting supaya pemerintah dan korporasi tidak mengesampingkan masyarakat adat yang tinggal dan bergantung dari sumber hutan.
“Pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat semakin ditegaskan dengan dikeluarkannya putusan MK Nomor 35/PUU-X tentang Hutan Adat. Kami berharap RUU PPMHA terwujud di DPR tahun ini,” kata Heru Prasetyo, di Jakarta, Rabu (25/06/2014).
Dalam konsultasi publik dan diskusi ahli membahas RUU itu, kata Heru, telah muncul duluan keputusan MK dan payung-payung hukum lain mengatur keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat.
Menurutnya, pengakuan hak dan perlindungan masyarakat hukum adat juga diatur dalam UU Pokok Agraria Tahun 1960, UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup hingga terakhir adalah UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
“Sayangnya, hak tenural yaitu hak kepemilikan tanah dan pengelolaan lahan sebagai syarat utama belum berpihak pada hak masyarakat hukum adat,” ungkapnya.
Padahal, lebih lanjut tambahnya, dalam Permenhut 62/2013 dan Permentan Nomor 98 Tahun 2013 juga mengatur mengenai hutan adat dalam proses pengukuhan kawasan hutan.