Bisnis.com, JAKARTA -- DPR mengesahkan RUU APBN Perubahan 2014 dengan pendapatan negara Rp 1.635,4 triliun dan belanja negara sebesar Rp 1.876,9 triliun.
Sembilan fraksi di DPR secara aklamasi menyatakan setuju terhadap RUU APBN-P itu. APBN-P tersebut mengakomodasi perubahan seluruh asumsi makroekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi 5,5% dan nilai tukar rupiah Rp11.600 per dolar Amerika Serikat.
Selain itu, inflasi 5,3%, suku bunga perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan 6%, harga minyak mentah (ICP) US$105 per barel, lifting minyak mentah dan lifting gas 1,22 juta bph setara minyak.
Ketua Badan Anggaran DPR Ahmadi Noor Supit memaparkan pengajuan RUU oleh pemerintah dilatarbelakangi oleh realisasi dan proyeksi indikator ekonomi makro 2014 yang diperkirakan akan bergeser dari yang direncanakan dalam APBN 2014.
Realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2014 sebesar 5,21%. Sementara itu, realisasi rata-rata nilai tukar rupiah kuartal I/2014 sebesar Rp11.842 per dolar Amerika Serikat. Adapun, realisasi lifting minyak kuartal I/2014 rata-rata 797.000 bph.
Realisasi yang tidak sesuai harapan itu, berdampak pada penerimaan perpajakan yang terkoreksi mengikuti perlambatan ekonomi dan penurunan harga komoditas. Di sisi lain, subsidi BBM dan listrik serta defisit anggaran naik signifikan .
"Jika tidak dilakukan langkah pengamanan, defisit dapat mencapai 3% dari PDB dan akan melanggar UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara," katanya saat membacakan laporan Banggar mengenai Pembahasan RUU No 23/2013 tentang APBN 2014, Rabu (18/6/2014) malam.
Berdasarkan pembahasan, sisi pendapatan dapat dioptimalkan Rp37,7 triliun, sedangkan belanja negara terdapat penghematan Rp49,6 triliun sehingga didapat tambahan alokasi anggaran Rp87,2 triliun.
Tambahan alokasi anggaran digunakan untuk menurunkan defisit sebesar Rp10,2 triliun, tambahan cadangan risiko fiskal Rp658 miliar, cadangan perlindungan sosial Rp5 triliun, tambahan cadangan jamkesmas Rp1,6 triliun, tambahan DBH Rp12,8 triliun, serta pengurangan pemotongan belanja kementerian/lembaga Rp57 triliun.
"Pengurangan pemotongan belanja K/L itu ditujukan untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi dapat tercapai," kata Ahmadi.
Untuk itu, arah kebijakan pemotongan disepakati untuk belanja barang, biaya perjalanan dinas dan belanja bansos, serta meminimumkan pemotongan belanja modal.
Dengan pendapatan dan belanja negara sebesar itu, maka disepakati defisit APBN-P 2014 sebesar Rp241,5 triliun atau 2,4% terhadap PDB. Defisit ini lebih rendah dari angka yang diajukan pemerintah 2,5%.