Bisnis.com, JAKARTA— Lembaga Pegkajian dan Pengembangan Koperasi tengah mendata dan menampung kerugian koperasi Indonesia untuk melakukan gugatan perdata ke pengadilan, menyusul kerugian yang mereka dialami setelah pembatalan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
Suroto, Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi (LePPeK) menegaskan hal itu, karena ada kerugian yang dialami koperasi. Terutama yang telah menggunakan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 sebagai acuan operasionalnya.
“UU tersebut sebelum dibatalkan, sangat gencar disosialisasikan oleh Kementrian Koperasi dan UKM bersama dengan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) selama dua tahun terakhir ini,” katanya kepada Bisnis, Senin (9/6/2014).
Namun pada 28 Mei 2014, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan UU No. 17 Tahun 2012, karena dianggap inkonstitusional. UU itu dibatalkan sepenuhnya karena sudah tidak sesuai lagi dengan asas kekeluargaan dan kegotong-royongan sebagaimana disebut dalam konstitusi.
Sejak diberlakukan pada 30 November 2012 sampai akhirnya dibatalkan, telah banyak koperasi dipaksa merombak Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Khususnya terhadap koperasi yang bersifat multi-usaha (multy purposes co-operative).
Ketika itu setiap koperasi segera diminta memecah lembaganya menjadi beberapa badan hukum sebagaimana diatur dalam UU yang telah dibatalkan tersebut. Misalnya, koperasi serba usaha yang memiliki operasional simpan pinjam, harus bertransformasi menjadi koperasi simpan pinjam (KSP).
Sekarang, setelah dibatalkan, mereka harus kembali menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa (RALB), yang eksesnya harus mengeluarkan biaya untuk mengurus perubahan badan hukum lagi sesuai acuan dari Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian.
”Kerugian material dan imaterial yang dialami koperasi yang sudah mengacu pada undang-undang perkoperasian terbaru, kami yakini pasti sangat besar. Karena itu LePPeK berupaya membantu koperasi yang terlanjur mengubah AD/ART,” ujarnya.
Lembaga itu bahkan sudah mempersiapkan tim pengacara guna memfasilitasi gugatan perdata ke pengadilan atas kerugian yang dialami koperasi dari keputusan konstitusional tersebut. Sebab, konsekuensi itu harus ditanggung pemerintah.
”Kami sedang mendata dan menampung pengaduan dari koperasi yang telah dirugikan oleh pemberlakuan Undang-undang tersebut. Selanjutnya melakukan gugatan secara resmi,” tegas Suroto yang merupakan satu dari pelaku yang melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap penerbitan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012.