Bisnis.com, JAKARTA—Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) menunggu kajian hukum dari Kejaksaan Agung guna mengambilalih proses pembebasan lahan PLTU Batang dari pihak swasta.
Deputi Infrastruktur dan Pengembangan Daerah Kementerian Perekonomian Lucky Eko Wuryanto mengatakan pihak swasta sudah tidak mampu melanjutkan proses pembebasan lahan proyek PLTU Batang akibat kondisi lapangan yang tidak kondusif.
“Rencananya, pemerintah akan masuk melalui PT Perusahaan Listrik Negara. Untuk menjaga governance, kami akan bertanya kepada pengacara negara dari Kejaksaan Agung dari sisi hukum dasarnya. Nah, saat ini kami masih tunggu kajiannya,” katanya, Kamis (8/5/2014).
Lucky mengaku usulan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) tersebut perlu dilakukan mengingat molornya progres pembebasan lahan proyek PLTU Batang. Bahkan, kalau dihitung, progres pembebasan lahan tersebut molor hingga satu tahun.
Dia optimistis pembebasan lahan tersebut bisa berjalan dengan adanya keterlibatan pemerintah secara langsung. Menurutnya, dengan masuknya pemerintah dalam proses pembebasan lahan akan mudah, karena bersifat memaksa.
“Kalau pemerintah masuk, maka akan punya daya paksa. Sebelumnya itu kan hanya business to business saja. Nah, kalau pemerintah masuk itu artinya ada kepentingan umum. Cuma, agar pemerintah masuk perlu justifikasi dulu,” jelasnya.
Jika PLN dimungkinkan untuk mengambil alih pembebasan lahan yang tersisa, Lucky menjelaskan PLN bisa menggunakan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
PLN juga bisa menggunakan aturan dari Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36/2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Namun, PLN tetap mengedepankan musyawarah melalui tim pengadaan tanah dari pemda Kabupaten Batang.
Menurutnya, proyek pembangunan PLTU Batang dapat dikategorikan proyek yang bersifat urgensi. Hal itu dikarenakan menyumbang kebutuhan listrik pada 2017 sebanyak 30% dari total kebutuhan listrik Pulau Jawa.
Di samping itu, molornya progres pembangunan PLTU Batang menyebabkan negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah. Lucky mengklaim negara akan mengalami kerugian hingga Rp25 triliun apabila molor setahun.
“Proyek ini juga tergolong besar karena melibatkan dua negara lainnya. Nah, kami tidak mau mandeknya progres pembangunan proyek PLTU Batang memberikan sentimen negatif kepada investor,” tuturnya.
PLTU Batang merupakan salah satu proyek yang dibangun dengan basis kerja sama pemerintah dan swasta. Pada tiga tahun silam, perjanjian kerja sama ditandatangani PLN dengan PT Bhimasena Power Indonesia, perusahaan yang didirikan oleh konsorsium PT Adaro Energy Tbk.
Sekadar informasi, Bhimasena nantinya akan menyediakan listrik ke PLN selama 25 tahun. Total investasi proyek ini sekitar US$4 miliar atau sekitar Rp46,42 triliun. Sementara, luas lahan yang dibutuhkan mencapai 192 hektare.