Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah dinilai salah dalam melakukan negosiasi kepada masyarakat terkait mandeknya pembangunan PLTU Batang senilai Rp30 triliun, akibat belum dibebaskannya lahan seluas 29 hektare.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai sulitnya pembebasan lahan 29 hektare dikarenakan metode pendekatan yang salah, baik dari pihak investor maupun pemerintah pusat dalam melakukan negosiasi dengan masyarakat Batang.
“Saya mendapat laporan dari masyarakat, kalau pendekatan pemerintah itu tidak bagus. Seharusnya ada pendekatan dari sisi sosial, antropologis maupun sosiologisnya. Jangan pendekatan teknis saja. Salah pendekatan saya kira,” ujarnya, Kamis (01/5/2014).
Bahkan, Ganjar mengaku pihak pelaksana proyek juga tidak pernah melibatkan tokoh masyarakat dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Dengan demikian, dia meminta pihak terkait untuk merubah pendekatan dengan tidak hanya melalui aspek teknis saja.
Di samping itu, dia juga menyoroti permasalahan dari ganti untung pembebasan lahan tersebut. Menurutnya, dalam menghitung nilai tanah yang akan dijual seharusnya 2-3 kali dari nilai jual objek pajak (NJOP).
“Saya minta lahan penggantinya segera dikasih, nggak dikasih-kasih. Malah sekarang, saya di kasih tahu ada insider trading-nya di dalam proses pembebasan lahan itu. Jadi, ada yang beli Rp400.000 per meter padahal dulu hanya Rp100.000 per meter,” tuturnya.
Dia juga menilai pihak investor tidak mencarikan lahan pengganti yang sesuai bagi masyarakat yang melepas lahannya. Menurutnya, apabila investor menyediakan lahan pengganti sekaligus insentif, maka masyarakat lebih mudah melepas lahannya.