Bisnis.com, JAKARTA—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 10.996 kasus dalam pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah sepanjang semester II/2013 dengan potensi kerugian negara mencapai Rp13,96 triliun.
Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan hasil audit terhadap laporan keuangan pemerintah dan daerah menemukan 3.452 kasus ketidakpatuhan sehingga menimbulkan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan, senilai Rp9,24 triliun.
“Sebanyak 3.505 kasus merupakan kelemahan sistem pengendalian intern, 1.782 kasus kelemahan administrasi dan 2.267 kasus merupakan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan, dengan nilai Rp4,72 triliun,” ujarnya, Senin (14/4/2014).
BPK merinci kerugian tersebut a.l. berasal dari kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang, belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan, dan kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang, dan kerugian lainnya.
Sementara itu, dari potensi kerugian berasal dari kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang/jasa dan dikuasainya aset berupa tanah, kendaraan dan aset lainnya oleh pihak lain. Selain itu, disebabkan piutang/pinjaman yang berpotensi tidak tertagih.
Terkait dengan kekurangan penerimaan, diakibatkan belum dikenakan sanksi denda atas keterlambatan pekerjaan, pencairan jaminan pelaksanaan atas pekerjaan yang wanprestasi, hingga dana perimbangan yang ditetapkan belum masuk ke kas daerah.
Hadi menilai kasus tersebut sering terjadi akibat tidak optimalnya kinerja pejabat, terutama dalam pelaksanaan belanja, a.l. pertama, pembuat komitmen dan panitia pengadaan tidak mematuhi ketentuan yang berlaku, sekaligus lalai dalam melaksanakan tugasnya.
Kedua, panitia serah terima pekerjaan tidak teliti dalam melakukan pemeriksaan pekerjaan. Ketiga, konsultan pengawas belum optimal dalam mengawasi pekerjaan, dan keempat, rekanan yang tidak melaksanakan ketentuan dalam proyek.
“Secara umum, berdasarkan hasil pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu [PDTT], kami menilai pemerintah pusat dan daerah perlu lebih optimal dalam meningkatkan penerimaan, baik negara maupun daerah,” ujar Hadi.