Bisnis.com, JAKARTA--Untuk memberikan jaminan bahan baku industri petrokimia dalam negeri, pemerintah berencana memberlakukan pengenaan bea keluar untuk ekspor kondensat dan nafta.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan pihaknya bersama Kementerian Keuangan beserta jajarannya, mulai dari Badan Kebijakan Fiskal, Ditjen Bea dan Cukai dan Ditjen Pajak tengah melakukan evaluasi kebijakan insentif fiskal yang sejak tahun lalu dicanangkan. Hal ini dilakukan sebagai langkah pengendalian impor dan peningkatan ekspor sektor industri.
Salah satu pokok bahasan yang menjadi fokus adalah soal jaminan bahan baku industri petrokimia dalam negeri. Permasalahan saat ini, terjadi kekurangan bahan baku kondensat dan nafta untuk industri dalam negeri. Hal ini lantaran produsen kondensat dan nafta yang ada di dalam negeri masih mengutamakan produknya untuk diekspor.
Rencananya, selain melalui kebijakan DMO, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mengusulkan agar diberlakukan pengenaan bea keluar untuk ekspor kondensat dan nafta untuk jaminan bahan baku industri petrokimia dalam negeri.
“Ini usulan, ini mesti diterbitkan. Soalnya sekarang ada perusahaan dalam negeri yang ekspor, padahal di sisi lain perusahaan dalam negeri malah impor. Diusahakan dalam sebulan kebijakannya keluar,” kata Hidayat usai melakukan pertemuan dengan Kemenkeu di Kemenperin, Selasa (1/4/2014).
Ketua Umum Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik (INAplas) Amir Sambodo mengatakan hulu dari sektor petrokimia adalah kondensat yang merupakan bahan baku naphtha (bahan petrokimia). Adapun selama ini, struktur perdagangan kondensat masih berat ke ekspor. Oleh sebab itu, pihaknya meminta agar prioritas penggunaan kondensat untuk kebutuhan dalam negeri dituangkan dalam undang-undang layaknya UU No.4/2009 tentang Minerba.
Hal ini dilakukan agar nilai tambah dalam industri petrokimia bisa meningkat dan kompetitif di pasar. Menurutnya, bila semua bahan baku dipenuhi dalam negeri, industri ini akan lebih kompetitif.
“Tetapi kan kenyataannya masih ada yang diekspor. Jadi, harus ada aturan yang mengikat. Seharusnya dibuat UU seperti UU Minerba agar jangan ada lagi yang diekspor,” kata Amir.
Berdasarkan data Kemenperin, sepanjang 2013, impor petrokimia (seluruh kelompok petrokimia) Indonesia mencapai US$16 miliar, sedangkan ekspor US$6 miliar. Dengan demikian ada defisit hingga US$10 miliar. Dibandingkan dengan periode yang sama pada 2012, angka ini menunjukkan kenaikan.