Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan otoritas perdagangan untuk membuka keran impor sapi selebar-lebarnya rupanya menekan para pelaku usaha peternakan sapi dalam negeri, akibat membanjirnya daging sapi impor di berbagai pasar tradisional.
Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) mengeluhkan gairah usaha peternakan sapi potong rakyat di pedesaan yang kian lesu akibat kebijakan impor yang ditujukan untuk menekan harga daging sapi di dalam negeri.
“Berdasarkan pantauan DPP PPSKI di Jakarta, Bogor, dan Bandung sebagai wilayah konsumen, daging impor kelas variety meat dan juga jeroan marak dijual di pasar tradisional kepada masyarakat umum,” ujar Ketua Umum PPSKI Teguh Boedyana, Rabu (26/3/2014).
Berdasarkan hasil pantauan itu, pelaku usaha peternakan sapi lokal mendeak Kementerian Perdagangan untuk segera menghentikan peredaran daging sapi impor berjenis variety meat dan jeroan di pasar-pasar tradisional.
“Sebab, komoditas itu telah mendistorsi pasar jeroan yang berasal dari sapi-sapi lokal. Jeroan merupakan sumber pendapatan para pedagang daging dan jagal di dalam negeri,” imbuh Teguh.
Menurutnya, kondisi itu dapat menurunkan harga jual daging sapi dan sapi hidup di dalam negeri. Padahal, lanjutnya, variety meat dan jeroan telah mampu diproduksi secara mencukupi di dalam negeri.
Selain itu, pemerintah diminta menegakkan Permendag No.46/2013 Pasal 17 yang menyatakan bahwa karkas, daging, dan jeroan impor hanya digunakan untuk penggunaan dan distribusi untuk keperluan industri, hotel, restoran, katering, atau keperluan khusus lainnya.
“Selain itu, jeroan dan variety meat impor yang beredar marak di pasar-pasar tradisional diragukan kehalalannya. Hal ini disebabkan karena jeroan khususnya jantung hanya dihasilkan dari seekor sapi. Sementara itu, RPH halal di negara eksportir ternak relatif sedikit memotong ternak secara halal bila dibandingkan dengan jumlah jantung yang diekspor,” kata Teguh.
Menurut perencanaan indikatif Kemendag untuk 2014, kebutuhan daging sapi nasional diproyeksi mencapai 575.000 ton. Padahal, angka produksi domestik diestimasi hanya menyentuh 443.000 ton, sehingga akan ada kekurangan sebesar 132.000 ton.