Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jalan Panjang Peroleh Sertifikasi Halal

Pelaku usaha industri makanan dan minuman menuturkan sulitnya memperoleh sertifikasi halal, mengingat panjangnya proses yang harus dilalui sebelum produk tersebut benar-benar dinyatakan halal.
industri makanan mengeluhkan rumitnya memproleh sertifikasi halal/Bisnis-Rachman
industri makanan mengeluhkan rumitnya memproleh sertifikasi halal/Bisnis-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha industri makanan dan minuman menuturkan sulitnya memperoleh sertifikasi halal, mengingat panjangnya proses yang harus dilalui sebelum produk tersebut benar-benar dinyatakan halal. Bukan hanya dari proses akhirnya saja, tetapi mulai dari audit terhadap pemilihan bahan baku.

Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Franky Sibarani mencontohkan sebuah produk biskuit untuk mendapatkan label halal dari MUI, maka seluruh bahan baku nya pun harus dipastikan halal.

Padahal, satu produk saja terdiri dari berbagai bahan baku mulai dari tepung terigu, gula, coklat, susu, keju, perasa, dan lainnya dimana sekitar 80% bahan baku makanan yang ada di Indonesia merupakan produk impor.

“ Otomatis, agar bahan baku ini bisa dipastikan kehalalannya, maka LPPOM MUI harus melakukan audit dan pemastian ke negara asalnya. Bila 8 bahan baku berasal dari negara yang berbeda, harus dicek ke 8 negara,” ucapnya dihubungi Bisnis, Jumat (7/3/2014).

Hanya saja, seluruh biaya pengecekan bahan baku di berbagai negara tersebut harus ditanggung oleh pemohon, dalam hal ini pihak industri yang ingin produknya mendapatkan label halal.

Jika terdapat mutual recognition agreement atau kesepahaman antar lembaga sertifikasi halal di negara tersebut dengan LPPOM MUI, maka tidak perlu mengirim auditor LPPOM ke sana. Sayangnya saat ini, belum banyak negara asal bahan baku yang sudah memiki kesepahaman lembaga sertifikasi dengan Indonesia.

Tidak hanya sampai di situ, setelah bahan baku dipastikan kehalalannya oleh pihak auditor, maka proses pembuatannya pun harus higienis dan bersih dari najis. Begitu pula dengan kemasan dan proses pengirimannya dipastikan tidak terkontaminasi.

“Jadi prosesnya panjang, pemohon pun harus mengeluarkan biaya untuk semua akomodasi perjalanan auditor ke negara-negara tadi. Tidak hanya dilihat proses produknya di pabrik saja, tetapi secara keseluruhan. Dan itu, belum termasuk biaya untuk mendapatkan label sertifikat halalnya,” ujarnya.

Oleh karena itulah, pelabelan halal yang didasarkan pada UU Pangan, selama ini sifatnya masih sukarela sehingga pihak industri yang merasa pelabelan halal memiliki nilai jual, tidak merasa keberatan melakukan seluruh tahapan dari proses tersebut.

Diakui olehnya, maksud pemerintah yang secara ketat mengatur pelabelan halal tersebut memang baik, Hanya saja, tidak seluruh pelaku usaha memiliki kemampuan yang sama. Apalagi, meski masih banyak industri makanan di Indonesia yang belum mencantumkan label halal, sambungnya, bukan berarti produk tersebut bisa disimpulkan haram.

“Karena itu, posisi GAPMMI saat ini meminta agar aturan pelabelan halal masih tetap mengikuti UU Pangan, dilakukan secara sukarela. Dengan itu, banyak industri menengah kecil yang diuntungkan. Tetapi kalau sudah diwajibkan, akan menghambat industri mamin di Indonesia,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua MUI Amidhan Shaberah menuturkan bahwa pihaknya memang menerapkan standar yang tinggi untuk memastikan suatu produk benar-benar dinyatakan halal. Menurutnya, untuk mendapatkan sertifikat halal dari MUI, pemohon harus melalui Badan POM dan Depkes terlebih dahulu untuk diketahui keamanan dan kesehatanan makanan tersebut.

Setelah itu baru masuk ke MUI untuk kemudian di cek kelengkapan bahan-bahannya, media yang digunakan, cara memasaknya, termasuk lokasinya. “Kita punya standar yang tinggi untuk bisa dipastikan halal. Bukan hanya tidak mengandung babi tetapi juga tidak mengandung barang najis. Medianya juga harus bebas dari najis. Kalau semuanya terpenuhi, kurang dari 2 minggu akan dikeluarkan sertifikatnya sehingga bisa dipastikan produknya halal,” ucapnya


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dewi Andriani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper