Bisnis.com, JAKARTA-- Deputi Penerapan Standar dan Akreditasi BSN Suprapto menjelaskan rendahnya angka sertifikasi halal di Indonesia dipicu oleh minimnya kesadaran konsumen akan pentingnya label halal yang akuntabel.
“Kalau konsumen sadar, mereka pasti akan menuntut produk halal, sehingga penjualan produk yang tidak halal akan menurun. Selain itu, sertifikasi halal di Indonesia juga belum diwajibkan. Belum ada regulasinya sampai sekarang,” katanya, Kamis (6/3/2014).
Serifikasi halal, menurutnya, bukan hanya sekadar label tetapi tanda yang secara konsisten menginformasikan konsumen bahwa produk tersebut halal. “Jadi ada auditnya dan ada pengawasan secara periodik,” kata Suprapto.
Ketua program Indonesia Kiblat Halal Dunia ICMI Tati Maryati, yang juga anggota Asosiasi Pengusaha Muslim, mengungkapkan selama ini produk Indonesia kerap ditolak di beberapa negara muslim tujuan ekspor akibat sertifikasi halal yang tidak kredibel.
“Masalahnya, logo halal Indonesia itu belum diterima [karena diterbitkan] MUI yang merupakan badan swasta dan belum terakreditasi. Padahal, [label halal] dari negara-negara lain sudah terakreditasi,” ungkapnya.
Pelaku usaha, menurut Tati, menuntut adanya lembaga sertifikasi halal yang telah terakreditasi agar produk yang mereka hasilkan (khususnya produk usaha kecil menengah/UKM) dapat bersaing di luar negeri.
“Sampai sekarang belum ada SNI halal, dan kebetulan standar halal di dunia juga belum ada. Seharusnya ini adalah momen yang tepat, supaya standar halal di Indonesia dapat kita announce ke luar negeri agar dapat menjadi standar halal acuan internasional,” tukasnya.