Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengakui proses renegosiasi kontrak karya (KK) dengan sejumlah perusahaan tambang berjalan alot.
Hal itu diakui Menteri ESDM Jero Wacik kepada para wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/3/2014).
Menurut Jero, ada sejumlah item dalam poin renegosiasi kontrak karya. Antara lain tentang luasan lahan, pengakhiran kontrak dan kelanjutan operasi, kewajiban divestasi, royalti atau penerimaan negara, kewajiban hilirisasi atau pemurnian dan pengolahan, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
Dari keseluruhan item tersebut, ujarnya, renegosiasi soal royalti masih mengalami tarik ulur.
"Jadi masyarakat perlu mengetahui bahwa proses negosiasi tidak mudah karena mereka [perusahaan tambang] punya kekuatan, yaitu kontrak lama," ujar Jero.
Namun demikian, Jero membantah persepsi bahwa pemerintah tidak tegas dalam menangani proses renegosiasi kontrak karya. Bahkan, Jero juga tidak berani menjanjikan tenggat waktu penyelesaian renegosiasi.
"Karena ini sulit renegosiasinya. Kita harus otot-ototan. Seperti itulah. Jadi bukannya kami tidak bekerja keras, tapi itu kenyataan di lapangan, negosiasi tidak mudah."
Jero mengakui pihaknya sudah menerima surat KPK yang mempertanyakan tentang renegosiasi kontrak-kontrak karya.
"Kami sudah terima surat dari KPK, sudah baca. Saya mengerti. Ini yang sedang kami kerjakan, untuk tindak lanjut dari itu. Tidak ada niat kami untuk lambat-lambat, kami juga maunya cepat," katanya.
Jero mengklaim saat ini sudah ada 11 perusahaan yang setuju dengan renegosiasi. Hanya saja, Jero tidak menyebutkan perusahaan-perusahaan yang telah setuju dengan renegosiasi tersebut.
Namun demikian, dia mengakui proses renegosiasi dengan sejumlah perusahaan besar masih belum mencapai titik temu.
"[Renegosiasi] dengan perusahaan-perusahaan yang besar yang belum selesai. Seperti dengan Freeport, Newmont, belum selesai. Sedang kami tuntaskan. Tapi mereka sudah setuju dengan [poin renegosiasi tentang] luas lahannya," katanya.
Lebih lanjut dia memaparkan renegosiasi dalam beberapa item tidak mengalami hambatan berarti. Perusahaan tambang, ujarnya, setuju dengan renegosiasi dalam poin tersebut.
Dia mencontohkan item renegosiasi soal luasan lahan yang mendapatkan persetujuan para perusahaan tambang. Begitu pula item renegosiasi yang menyangkut penggunaan untuk produksi dalam negeri.
"Contohnya ada satu perusahaan tambang besar, kuasai tanah 200.000 hektare. Hanya kerjakan 20.000 hektare. Saya minta kalau dia mau kerjakan hanya 20.000 hektare, jangan kuasai 200.000 hektare, karena sisanya jadi diam, mubazir. Sementara banyak pihak yang mau kerjakan. Nah kalau untuk luasan lahan, semua [perusahaan tambang] sudah setuju," katanya.
Dia mengakui bahwa renegosiasi kontrak karya merupakan pekerjaan yang semestinya sudah harus dilakukan begitu badan legislatif mengundangkan UU Mineral dan Batu Bara pada 2009 lalu. Akan tetapi, sampai dengan setahun setelah itu belum ada juga renegosiasi.
"Saat saya baru jadi Menteri ESDM, saya dapat perintah untuk segera lakukan renegosiasi. Dibentuklah tim renegosiasi oleh presiden. Ketuanya Menko bidang Perekonomian. Anggotanya ada Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian. Saya Ketua Harian," katanya.