Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) hingga kini masih terkatung-katung. Sejak Perpres terkait hal itu sudah diluncurkan, hingga kini, pemerintah pusat belum memberikan tanda-tanda proyek tersebut akan direalisasikan.
Pemerintah dinilai setengah hati untuk merealisasikan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) karena sampai sekarang Peraturan Presiden (Perpres) tentang penugasan negara kepada salah satu BUMN untuk menjadi pengembang dan operatornya, belum keluar.
"Pemerintah setengah hati untuk JTTS. Padahal, Perpres tersebut merupakan payung hukum untuk segera dilaksanakaannya pembangunan JTTS. Kami sudah lama menunggu direalisasikannya JTTS," Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Sumatra Selatan Johanes HT dalam pernyataan tertulis di sela diskusi "Menunggu Realisasi Janji Pemerintah Pusat Melakukan Pembangunan JTTS", di Jakarta, Minggu (16/2/2014).
Acara yang dipandu Dosen FISIP UI Eman Sulaeman Nasim itu menghadirkan pembicara lainnya, Pengamat Konstruksi yang juga mantan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) Soeharsojo.
Menurut dia, penugasan negara kepada salah satu BUMN, PT Hutama Karya (persero) untuk menjadi pengembang dan operator Jalan Tol Trans Sumatera itu sudah melalui proses yang panjang dan sesuai dengan peraturan yang ada.
"Tidak ada peraturan yang dilanggar. Karena itu, kami berharap Perpres JTTS jangan lagi ditunda tunda jika ingin membangun masyarakat dan daerah Sumatra," katanya.
Johanes menyampaikan hal tersebut mengomentari pernyataan Sekretaris Kabinet Dippo Alam yang menyebutkan Perpres Jalan Tol Trans Sumatera belum dikeluarkan karena harus melalui kajian yang matang untuk menghindari adanya masalah di kemudian hari.
Menurut Johanes HT, rencana pembangunan JTTS itu sudah lama bergulir. Pemerintah melalui Menteri BUMN Dahlan Iskan dan pemerintah se-Sumatra sudah beberapa kali bertemu untuk berdiskusi merencanakan pembangunannya guna meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Sumatera.
Semula para kepala daerah dan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan menunjuk PT Jasa Marga untuk bisa merealisasikan Jalan Tol Trans Sumatera. Nota kesepahamanpun sudah dibuat.
"Tetapi PT Jasa Marga saat ini sudah 'go publik'. Hingga statusnya bukan lagi perusahaan yang seratus persen sahamnya milik atau dikuasai negara. Sehingga tidak mungkin negara membiaya atau memberikan jaminan kepada perusahaan yang sudah go public. Karena itu kemudian penunjukkan beralih ke PT Hutama Karya, karena perusahaan itu merupakan perusahaan yang 100% milik negara. Karena itu Perpresnya pun langsung menyebut nama perusahaan yang akan mendapat penugasan negara," katanya.
Hal senada disampaikan Pengamat Konstruksi yang juga mantan Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Soeharsojo.
Menurut Soeharsojo, penugasan negara kepada PT Hutama Karya untuk menjadi pengembang dan operator JTTS sudah melalui sejarah dan proses yang panjang. Persyaratan utamanya selain PT Hutama Karya 100 persen sahamnya dimiliki negara, juga berpengalaman dalam membangun jalan tol.
Meski begitu, keduanya tidak mempermasalahkan siapa pun perusahaan yang ditunjuk atau diberikan penugasan negara untuk membangun jalan tol, sepanjang perusahaan tersebut seratus persen milik negara.
"Yang penting, Sumatera bisa segera memiliki jalan tol sehingga mobilitas penduduk dan barang bisa bergerak cepat dan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat dapat cepat meningkat," katanya.
Terhadap keinginan pemerintah pusat agar dilakukan tender ulang pembangunan JTTS, Baik Soeharsojo maupun Johannes HT justru mempertanyakan maksud dan tujuannya. Alasannya pembangunan jalan tol Trans Sumatera sudah beberapa kali dilakukan tender.
Jika dilakukan tender lagi, hal itu hanya akan memperlambat realisasi dari pembangunan JTTS itu sendiri, contohnya saat ini untuk ruas yang sedang dalam proses lelang Medan - Tebing tinggi saja memerlukan VGF (viability Gap Fund) dari pemerintah berupa pembangunan seksi Medan-Kualanamu.
Padahal ruas ini adalah ruas yang paling padat lalulintasnya. VGF Adalah dukungan pemerintah untuk kelayakan proyek. Proyek yang mendapatkan VGF adalah proyek yang tidak layak. Bukankah hal ini memberi kesan memperlambat. Belum lagi proses lelang investasinya yang memakan waktu hampir dua tahun.
"Karena itu, adanya Perpres yang memberikan penugasan negara kepada PT Hutama Karya sebagai pengembang dan operator jalan tol Trans Sumatera, itu merupakan sebuah terobosan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan jalan tol di wilayah Sumatera," kata Soeharsojo.
Johanes HT menilai, keinginan pemerintah pusat untuk melakukan tender ulang pembangunan JTTS dan kekhawatiran akan banyak permasalahan saat melakukan pembebasan lahan, hanyalah ke kekhawatiran dan permasalahan yang dicari cari oleh pemerintah pusat.
"Sekarang pertanyaannya, pemerintah pusat mau atau tidak membangun Sumatera. Kalau mau segeralah keluarkan Perpres," katanya.
Ditambahkan Johanes, Pemerintah Daerah se-Sumatra sejak beberapa tahun lalu sudah membuat deklarasi gubernur se- Sumatera meminta pemerintah pusat segera membangun jalan tol trans Sumatera.
Deklarasi tersebut sudah disampaikan kepada Presiden. Karena itu, menurutnya, tidak pantas kalau para gubernur se- Sumatera datang lagi ke Presiden untuk meminta agar perpres jalan Tol Trans Sumatera segera direalisasikan.
Daerah Siap Johannes juga menegaskan, jika pemerintah pusat dalam hal ini Presiden dan para menterinya masih keberatan melakukan pembangunan JTTS, pemerintah daerah se-Sumatra siap melaksanakan pembangunan jalan tol secara swadaya.
Selain membebaskan tanahnya, gabungan pemerintah se Sumatera juga siap menyediakan dana yang dibutuhkan untuk pembangunannya.
"Sayangnya keinginan pemerintah se-Smatra itu terkendala oleh undang-undang yang ada menyebutkan pembangunan jalan tol harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Karena itu para gubernur se Sumatera berulang-ulang meminta pemerintah pusat segera merealisasikan pembangunan JTTS," katanya.
Ia juga menjamin, pembebasan lahan untuk JTTS tidak akan menjadi kendala berarti karena pemda se-Sumatera siap membantu untuk segera melakukan pembebasan lahan.
"Terbukti, kami di Sumatra Selatan sudah sangat siap untuk membebaskan tanah untuk ruas Palembang-Indralaya. Informasi yang saya terima demikian juga dengan rekan Pemda dari Riau. Bahkan di Riau di sana sebagian sudah bebas dan siap untuk dibangun," katanya.(Antara)