Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Masih Loyo, Makro Ekonomi RI Diprediksi Belum Stabil

Kondisi makro ekonomi Indonesia diprediksi belum stabil karena masih dibayangi dampak perlambatan ekonomi dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA –Situasi makroekonomi Indonesia pada paruh pertama tahun ini diprediksi belum stabil karena masih dibayangi oleh efek perlambatan ekonomi dunia dan pelemahan rupiah.

Proyeksi itu disampaikan oleh CEO Schroder Indonesia, perusahaan manajer investasi, Michael Tjoajadi. 

“Secara strategi, kami akan tetap waspada untuk 6 bulan pertama tahun 2014 dan akan mempertahankan level uang tunai. Kami juga akan tetap mencari peluang masuk untuk saham dengan fundamental yang kuat,” katanya dalam siaran pers, Minggu (2/2/2014).

Secara sektoral, lanjutnya, penguatan akan terjadi pada sektor ritel, media, dan perbankan, sepanjang Pemilu 2014. Adapun, sektor komoditas, khususnya batubara, masih lemah karena kelebihan pasokan dan kurangnya permintaan.

Menurutnya, tahun politik adalah kesempatan untuk melihat apakah kandidat yang muncul  mendukung pasar dan melanjutkan agenda reformasi. Jika benar, maka pasar akan terus tumbuh.

Faktor risiko lainnya adalah kemungkinan Bank Indonesia meneruskan kebijakan pengetatan untuk mengejar proritas menurunkan angka defisit ke level yang lebih stabil.

Saat ini, bank sentral mengharuskan semua bank untuk memperlambat pertumbuhan kredit dari 24-25% pada awal 2013 menjadi 20% pada akhir 2013 dan 15% pada awal 2014. 

Sebagai salah satu negara yang dianggap masuk “Lima Negara  yang Rentan” (the Fragile Five) bersama Brasil, India, Turki dan Afrika Selatan yang juga mengalami defisit pada saat ini, Indonesia dipandang lebih tangguh.

Michael mengemukakan depresiasi nilai tukar mata uang di negara-negara emerging market ini memang akan melemahkan permintaan domestik, tetapi ekspor bakal lebih kompetitif dan membaik sehingga perekonomian the Fragile Five diperkirakan kembali membaik. 

 Apalagi, lanjutnya, Indonesia memiliki dasar perekonomian yang kuat dan utang luar negeri yang lebih sedikit dibandingkan dengan 1997.

Dari sisi inflasi, Michael mengatakan tahun ini relatif lebih terkendali karena dampak pencabutan subsidi bahan bakar akan mereda secara perlahan medio 2014.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper