Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Mebel Pesimistis Penundaan SVLK Berjalan Maksimal

Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) pesimis penerapan aturan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang ditunda selama 1 tahun akan berjalan maksimal. Alasannya, tidak cukup mengurus sertifikasi SVLK hanya dalam waktu 365 hari.
 Pameran Mebel/Jibi
Pameran Mebel/Jibi

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) pesimis penerapan aturan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang ditunda selama 1 tahun akan berjalan maksimal. Alasannya, tidak cukup mengurus sertifikasi SVLK hanya dalam waktu 365 hari.

Pemerintah memberikan kelonggaran pada 2014 untuk menunda penerapan aturan SVLK. Penundaan itu atas usulan dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan.

Pada awalnya, Kementerian Kehutanan bersikukuh agar aturan SVLK segera dilaksanakan dengan maksud untuk membantu pengusaha lokal agar produknya bisa diterima negara lain. Sebab, saat ini beberapa negara cukup ketat menerapkan aturan dan hanya mau membeli produk kayu yang terjamin legal dan tidak berasal dari hutan alam.

Ketua Umum AMKRI Soenoto mengatakan penundaan aturan SVLK selama 1 tahun tidak akan maksimal. Pihaknya mengajukan tambahan penundaan SVLK dalam waktu 5 tahun, dengan pertimbangan pengurusan sejumlah persyaratan membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

Kalau tidak memungkinkan kami minta perpanjang lagi, daripada merugikan eksportir. Sekarang ini jumlah pengusaha yang tidak mempunyai SVLK sangat banyak. Selain itu, pengusaha mebel kecil tidak mampu membayar biaya pembuatan sertifikat SVLK,” terang Soenoto dalam kunjungan di Kemenperin, Jumat (24/1).

Dia mengatakan penerapan SVLK merupakan salah satu regulasi yang akan menghambat ekspor Indonesia. Jika SVLK diberlakukan, tambah Soenoto, negara-negara pembeli yang menjadi pangsa pasar produk mebel dan kerajinan domestik akan berpindah ke negara lain.

“Negara lain tidak menerapkan SVLK karena takut pengiriman barang mengalami keterlambatan,” terang dia.

Kedatangan Soenoto ke Kemenperin untuk mengutarakan unek-unek dari pelaku industri yang berisi tiga hal. Pertama, penerapan SVLK ditunda 5 tahun, kedua, penghabusan SVLK dan ketiga biaya pengurusan SVLK diganti atau ditanggung oleh pemerintah bagi industri kecil.

“Bayangkan saja, pengusaha kecil disuruh bayar Rp25juta-Rp30 juta kan kelimpungan. Jadi sebetulnya kami mengajukan opsi untuk dibatalkan [SVLK]. Tapi karena sudah terlanjur, yang dikabulkan hanya 1 tahun,” papar dia.

Selain menghambat perkembangan industri mebel dan kerajinan, Soenoto mengatakan pemberlakuan SVLK berdampak pada penurunan ekspor hingga 50%.

“Jika 80% yang tidak bisa ekspor, angka nilai ekspor bisa turun lebih dari 50% [nilai ekspor]. Kalau mau radikal bisa turun 88% tapi kita minta interpolasinya 50%-60% turun," terangnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Khamdi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper