Bisnis.com, JAKARTA—Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mendesak pemerintah untuk menunda penerapan aturan yang melarang ekspor mineral mentah sebagai implikasi dari pelaksanaan UU Minerba No.44 Tahun 2009.
Dengan adanya pelarangan ekspor bahan mentah per 12 Januari 2014 itu, banyak anggota Hipmi di sejumlah daerah yang terkena dampaknya, bahkan terancam gulung tikar.
Ketua Umum Hipmi Raja Sapta Oktohari menilai pelarangan ekspor mineral mentah itu terlalu terburu-buru. Dengan adanya pelarangan itu, banyak pengusaha di daerah kesulitan menjual hasil galian tambangnya yang kebanyakan masih berupa hasil mineral mentah.
“Bila dilakukan sekarang, belum ada alternatif bagi pengusaha-pengusaha di daerah. Anggota Hipmi banyak yang terkena dampak kebijakan ini, tetapi alternatifnya tidak ada,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (6/1/2014).
Oleh karena itu, Hipmi meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan UU Minerba itu. Jika tetap dilaksanakan pada 12 Januari 2014 mendatang, maka bisa dipastikan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pada perusahaan tambang.
“Pengusaha tidak bisa menjual produknya, mau dibayar dari mana para pekerjanya? Nah, kalau PHK massal terjadi, akhirnya berdampak pada penurunan daya beli masyarakat dan inflasi,” ujarnya.
Menurutnya, penerapan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah ini seharusnya dilakukan secara bertahap dan simultan antara pemerintah dan swasta.
Selain itu, perlu ada kesepakatan antara pemerintah dan swasta mengenai pemberlakuan pelarangan ekspor mineral mentah.
Dia mengatakan sektor swasta juga memerlukan waktu untuk alih teknologi dan dana yang besar untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Saat ini, banyak pengusaha di daerah masih kesulitan untuk membangun smelter. Pembangunan smelter itu memiliki investasi yang besar sehingga bagi pengusaha kecil itu tidak mungkin.
“Ini juga harus dipikirkan pemerintah. Jangan pemerintah melarang ekspor mineral mentah, tanpa memikirkan bagaimana solusinya,” ujarnya.