Bisnis.com, JAKARTA - Investasi asing di sektor real estate Indonesia pada 2014 diperkirakan menurun seiring dengan kurang kondusifnya kondisi makro ekonomi.
Presiden Federasi Real Estate Dunia (FIABCI) regional Asia Pasifik F. Teguh Satria menyatakan secara keseluruhan kondisi makro ekonomi yang kurang baik akan sangat rentan pada perubahan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate).
Hal tersebut, jelasnya, akan sangat berpengaruh bagi sektor properti Indonesia. Dia memprediksi pada awal 2014 akan terjadi kenaikan suku bunga acuan lagi.
“Makro ekonomi sangat rentan pada suku bunga. Kenaikan ada kecenderungan belum berhenti. BI rate kuartal pertama bisa naik lagi,” katanya saat dihubungi Bisnis, Senin (23/12/2013).
Di samping tingginya suku bunga, Teguh menyatakan hambatan lainnya adalah berkurangnya likuiditas dan gejolak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap US$ yang juga diprediksi belum akan berhenti.
Dengan tekanan yang cukup tinggi di 2014, investor asing akan sangat berhati-hati jika akan menanamkan modalnya di Indonesia.
Menurutnya, investor akan menghindari jenis pengembangan dengan resiko tinggi dalam keadaan tersebut. Teguh menyebutkan investasi di sektor properti ritel dan perkantoran merupakan jenis investasi dengan risiko tinggi.
Apalagi, ujarnya, kondisi tersebut diikuti dengan penurunan daya beli masyarakat.
“Investor akan sangat berhati-hati. Sektor yang resikonya tinggi buat pengembang, banyak dihindari karena harus berhati-hati. Membangun mal dan office itu risikonya tinggi,” jelasnya.
Sementara itu, terkait dengan perhelatan pemilihan umum di 2014, Teguh menambahkan agenda demokrasi tersebut akan memberikan pengaruh positif dengan peningkatan peredaran uang di masyarakat.
Secara terpisah, pakar properti Panangian Simanungkalit menyatakan pada 2014 tidak akan banyak lagi investor asing yang akan menambah ekspansinya ke Indonesia.
“Tahun ini [2013] banyak retailer yang masuk. AEON dan lain-lain. Untuk tahun depan dari segi spending masih ada, tetapi ekspansi sudah berhenti,” jelasnya.