Bisnis.com, JAKARTA—Usulan maskapai penerbangan untuk menerapkan biaya tambahan atau tuslah tiket pesawat menimbulkan kecurigaan yang sama seperti penerapan biaya tambahan bahan bakar (fuel surcharge) yang dibatalkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Namun, kecurigaan itu dibantah oleh Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Tengku Burhanuddin. Dia menegaskan usulan tuslah berbeda dengan fuel surcharge. Tuslah lebih merujuk kepada penyesuaian biaya atau cost adjustment surcharge.
Menurutnya, komponen tuslah bukan hanya biaya avtur tetapi juga pengeluaran dalam dolar untuk pesawat (maintenance and insurance), lamanya waktu tunggu di taxyway hingga pengaruh penaikan upah minimum provinsi (UMP).
“Ini bukan fuel surcharge tapi surcharge. Besaran persisnya saya mesti melihat dahulu data, tapi dasar penetapan surcharge ini ialah jumlah naiknya biaya dolar AS terhadap rupiah, avtur, lama menunggu di taxyway dan holding di bandara,” katanya, Senin (26/11/2013).
Djoko Murjatmodjo, Direktur Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, belum mau mengatakan secara detail hasil kajian pemerintah yang mengakomodasi usulan dari INACA soal penerapan tuslah itu.
Bila usulan itu disetujui Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan, penumpang pesawat bakal dibebani tuslah untuk menutup lonjakan biaya dan eksesnya harga tiket menjadi lebih mahal dari saat ini.