Bisnis.com, JAKARTA--Pelaksanaan open access dan unbundling memunculkan trader gas yang tidak mampu membangun infrastruktur baru, sehingga menghambat pengembangan infrastruktur gas di wilayah baru.
Ridha Ababil, Vice President Corporate Communication PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, mengatakan setidaknya ada 63 trader gas yang muncul setelah diberlakukannya UU No. 22/2001 dan turunannya. Sebagian besar trader itu tidak mampu membangun infrastruktur, dan hanya menjual gas di pasar yang sudah ada.
“Trader ini hanya mengandalkan bisnis niaga tanpa fasilitas, sehingga mengakibatkan terhambatnya pengembangan infrastruktur di wilayah baru dan tidak terjadi perluasan pasar,” katanya di Jakarta, Selasa (13/11/2013).
Ridha menuturkan tidak berkembangnya pasar gas di dalam negeri juga mengakibatkan kelebihan pasokan di beberapa wilayah, seperti Jawa Timur, Batam, dan Jawa Barat. Akibatnya, terjadi persaingan usaha yang tidak sehat dan hambatan terhadap pengerjaan proyek pipa baru.
Menurutnya, PGN akan terus berusaha memperluas pembangunan infrastruktur jaringan transmisi dan distribusi gas. Dengan begitu, perusahaan dapat ikut berpartisipasi menyukseskan program konversi bahan bakar minyak ke gas yang dilakukan pemerintah.
Ridha juga menyebutkan saat ini PGN sudah melakukan open access pada beberapa ruas pipanya. Pada 2008, perseroan melakukan open access untuk pipa Grissik-Duri dimana PGN menjadi transporter, sedangkan shipper dilakukan oleh ConocoPhillips.
Kemudian juga pipa Grissik-Batam-Singapura, dimana ConocoPhillips dan Petrochina menjadi shipper, dan menjual gasnya langsung ke pelanggannya di Singapura. Keberadaan PT Trans Gas Indonesia juga menunjukkan bahwa PGN telah melaksanakan fungsi unbundling.