Bisnis.com, JAKARTA-Kita acap mendengar anak muda zaman sekarang melontarkan istilah ‘PHP’, yang artinya ‘pemberi harapan palsu’.
Mungkin itulah jargon yang pas untuk menggambarkan manuver-manuver Federal Reserve Amerika Serikat, dewasa ini.
Layaknya terapi kejut, bank yang berbasis di Washington itu mendadak menyatakan quantitative easing (QE) belum akan dipangkas pada Rabu (18/9), tepat ketika pasar global telah mengambil posisi siaga untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.
Saat mayoritas orang telah yakin tapering (pemangkasan stimulus) akan dimulai September, Chairman Ben Bernanke tak disangka-sangka memutuskan program pembelian obligasi bulanan senilai US$85 miliar dan suku bunga yang mendekati nol itu masih akan diteruskan.
Reaksi atas keputusan itu pun bervariasi. Banyak yang mengaku lega, tetapi tak sedikit yang syok, kecewa, dan bahkan marah.
Salah satu media AS sempat mengutip pernyataan seorang komentator ekonomi ternama yang mengatakan dirinya ‘muak’ dengan keputusan itu.
Seorang ahli strategi dari bank investasi terkemuka di sana juga mengaku dirinya terkejut dan bingung oleh pernyataan Bernanke.
“Saya melakukan ini untuk hidup. Tidak seharusnya saya dibuat sedemikian bingung,” ujarnya, seperti ditulis kolumnis Zachary Karabell, Jumat (20/9).
Di Indonesia, pemerintah menganggap kejutan the Fed itu sebagai angin segar yang memberi ruang nafas untuk melanjutkan reformasi struktural.
Namun, ketidakpastian akan kapan sebenarnya tapering akan dimulai menjadikan keadaan kembali penuh spekulasi.
Apapun respons yang bermunculan setelah pengumuman Bernanke itu, pasar sebaiknya memahami bahwa manuver the Fed merupakan tamparan telak bagi dunia keuangan. Secara sederhana, pesan Bernanke mengandung makna implisit bahwa ‘kejelasan’ itu tidak ada.
Sebuah jajak pendapat Reuters terhadap para analis dan investor dari bank-bank internasional, institusi, dan kelompok dagang terkemuka di dunia mengenai keputusan the Fed pekan lalu mengungkap strategi komunikasi bank sentral AS itu telah gagal.
Sebanyak 33 dari 48 responden berpendapat pola komunikasi kebijakan the Fed sangat ‘tidak jelas’, sedangkan 15 lainnya merasa sudah cukup jelas. Lima dari 15 analis tersebut adalah mereka yang memprediksi dengan tepat the Fed akan mempertahankan stimulusnya.
Musim semi lalu, University of Colorado Boulder menyimpulkan ketidakpastian kebijakan the Fed menyebabkan pelaku bisnis menunda investasi. Padahal, angka bekerja dan laju pertumbuhan yang kondusif adalah bagian krusial dari syarat yang dibutuhkan the Fed utuk memulai tapering.
Bernanke sendiri sebenarnya sudah cukup transparan dalam menyampaikan penilaian, ekspetasi, dan analisis the Fed terhadap ekonomi AS. Para pemain pasar di seluruh dunia menggunakan petunjuk Bernanke sebagai peta bagi masa depan pasar global.
Di sisi lain, para pelaku pasar harus dapat menerima bahwa tidak ada kondisi keuangan yang pasti dan bahwa kebijakan diambil sebagai subjek terhadap evaluasi dan revisi yang didasari oleh perubahan lingkungan ekonomi.
“Kita harus ingat dan menerima ‘kepastian’ itu tidak ada, dan menggunakan ketidakpastian sebagai alasan untuk terlena adalah sebuah blunder. The Fed hanya penyampai pesan, investor tak seharusnya memandang bank sentral sebagai pendikte apa yang akan terjadi pada suku bunga,” papar Karabell.
Meraba Kemungkinan
Sebagaimana disinggung sebelumnya, penundaan tapering telah memberikan waktu bagi negara berkembang membereskan pekerjaan rumah dan menyelesaikan masalah keuangan domestiknya, seperti depresiasi nilai tukar atau defisit transaksi berjalan.
Sembari menanti vonis tapering dijatuhkan, para analis dan pejabat the Fed mulai menggulirkan spekulasi tentang lini waktu pengurangan stimulus. Presiden the Fed St. Louis James Bullard menduga tapering akan dimulai pada rapat Oktober.
Sementara itu, 24 dari 41 ekonom yang disurvei Bloomberg pekan lalu menduga the Fed akan menunggu hingga Desember sembari menanti perkembangan di pasar tenaga kerja AS. Hasil tersebut serupa dengan jajak pendapat sejenis yang diadakan Reuters.
Bagaimana dengan arah kebijakan the Fed setelah masa jabatan Bernanke habis pada 31 Januari tahun depan? Banyak analis yang tidak terlalu khawatir pola kebijakan bank sentral akan berubah drastis, mengingat kemungkinan besar yang akan menggantikannya adalah Janet Yellen.
“Kandidat yang hawkish [Lawrence Summers] sudah mundur, dan Yellen sendiri dikenal dovish karena dia adalah tangan kanan Bernanke saat ini. Saya rasa, fase pengurangan QE oleh Yellen tidak akan terlalu drastis,” ujar Haryo Aswicahyono, ekonom senior CSIS pekan lalu.
Tentu saja Anda boleh berpandangan berbeda. Sebab siapapun pengganti Bernanke, jadi atau tidak tapering pada Oktober, dan seberapa besar pengurangannya, semua itu masih belum pasti. Dan, kita tahu, sudah terlalu banyak contoh bagaimana hasilnya jika kita berharap pada ketidakpastian.