B isnis.com, JAKARTA- Pemerintah berkomitmen menurunkan impor beberapa komoditas yang tidak perlu serta meningkatkan ekspor melalui beberapa kebijakan. Salah satunya kebijakannya, yakni membantu pengusaha mendapatkan permodalan.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan selama 3-6 bulan ke depan, pihaknya akan berusaha merealisasikan rencana-rencana yang dibuat untuk meningkatkan ekspor. Adapun sektor industri manufaktur yang masih bisa ditingkatkan kinerja ekspornya antara lain industri tekstil, industri alas kaki, industri furnitur, industri mainan, industri makanan dan minuman, serta industri kertas.
“Saya minta, para pengusaha jangan mengambil keuntungan di tengah situasi seperti ini. Saya berharap seluruh pengusaha bisa membantu meningkatkan ekspor guna menambah devisa negara. Kalau butuh bantuan regulasi, segera sampaikan,” kata Hidayat usai acara Forum Eksportir Industri Manufaktur bersama Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, serta 150 eksportir di kantor Kemenperin, Rabu (11/9/2013).
Untuk membantu pengusaha meningkatkan ekspornya, tidak tanggung-tanggung, pemerintah sudah siap memberikan penyertaan modal negara sebesar Rp1 triliun kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) agar lembaga itu mampu menjalankan tugas pembiayaan, asuransi dan penjaminan, untuk kepentingan ekspor nasional.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan tambahan dana penyertaan modal negara sebesar tersebut. Menurutnya, dana Rp1 triliun itu bisa meningkatkan omzet industri manufaktur hingga Rp25 triliun atau US$2,5 miliar dalam satu tahun. “Kalau untuk menaikkan omzet, modal Rp1 triliun bisa diputar, misalnya 10 kali, kemungkinan bisa meningkatkan omzet hingga Rp25 triliun dalam setahun,” kata Benny.
Hingga 31 Agustus, aset LPEI mencapai Rp43,1 triliun atau naik hampir 400% dari aset awal yang hanya Rp11 triliun. Nilai pembiayaan mencapai Rp32,1 triliun, sedangkan pada 2009 masih Rp9,5 triliun. Adapun untuk penjaminan, sudah mencapai Rp1,68 triliun.
Menurut Benny, tambahan sebesar Rp1 triliun yang diberikan melalui Kementerian Keuangan ini bisa cukup bila dikelola dengan baik sehingga bisa meningkatkan ekspor. Bila ekspor meningkat, otomatis kapasitas produksi juga akan meningkat. “Kalau produksi meningkat artinya kegiatan industri berjalan dengan baik. Paling tidak bisa meningkatkan kapasitas produksi sekitar 7,5%-10%. Tujuannya kan juga agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).”
Benny mengklaim, pihak Kementerian Keuangan sudah menyetujui akan memberikan dana penyertaan modal tersebut. “Secara lisan sudah, dan kami percaya,” tegasnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, selain meningkatkan ekspor, pemerintah juga perlu mengurangi impor-impor barang yang tidak perlu. “Kami akan kerjasama dengan pemerintah untuk melaksanakan pengingkatan ekspor dan pengurangan impor. Tadi sudah dicatat semua dan akan dilaksanakan,” kata Sofjan.
Selain itu, pihaknya meminta bantuan kepada pemerintah untuk melawan black campaign yang dilakukan NGO atau lembaga swadaya masyarakat. “Gangguan-gangguan ekspor kertas dan kelapa sawit harus diselesaikan. Ada pihak yang secara tidak langsung membuat negara lain tidak mau membeli barang Indonesia.”
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan para pengusaha menyadari bahwa barang-barang yang diimpor selama ini cukup banyak. Oleh sebab itu, lanjut Gita, pengusaha sudah setuju untuk membatasi impor-impor produk yang tidak mendesak dibutuhkan mengingat sangat berdampak pada neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan.
“Impor migas, elektronik, kemudian raw materials untuk beberpaa produsen, apakah itu kertas ataupun besi atau gula dan sebagainya yang masih bisa dikurangi,” ujarnya.