Bisnis.com, BANDUNG - Koperasi Perajin Tahu dan Tempe Indonesia (Kopti) Jabar mempersilakan anggotanya untuk menaikan harga jual sekitar 15%-20% dari harga awal.
Kopti Jabar Asep Nurdin mengatakan aksi mogok produksi selama 3 hari tidak menghasilkan solusi konkret dari pemerintah, membuat para produsen tahu tempe terpaksa harus menaikan harga. "Kalau dibiarkan kasihan produsen akan banyak yang gulung tikar," katanya kepada Bisnis, Rabu (11/9/2013).
Dia mengungkapkan aksi mogok menyebabkan kerugian bagi perajin yang diperkirakan mencapai Rp1,2 miliar per hari, sehingga aksi mogok tidak bisa dilakukan dalam waktu lama untuk menghindari terjadinya kerugian lebih besar.
Apalagi, lanjutnya, para perajin tidak puas dengan kebijakan pemerintah atas tiga tuntutan terkait harga kedelai. "Kami ingin agar harga di bawah Rp8.000 per kilogram," ujarnya.
Menurutnya, kebutuhan bahan baku kedelai rerata mencapai 600.000 kilogram per hari. Dari kedelai sebanyak itu bisa menghasilkan 1,2 juta kilogram tahu dan tempe. "Kami tengah memikirkan cara lain yang lebih efekif dan masif guna menekan pemerintah agar tuntutan penurunan harga kedelai bisa dipenuhi, selain aksi mogok produksi."
Asep mengungkapkan harga kedelai yang disepakati antara Kopti dan importir atas fasilitasi Kementerian Perdagangan, mencapai Rp8.500 per kilogram sehingga akan memberatkan perajin kecil yang memberlinya di tingkat eceran bisa mencapai Rp9.000 per kilogram.
“Parahnya lagi harga itu dibatasi hanya berlaku pada September 2013. Tidak menutup kemungkinan bulan berikutnya malah melonjak tajam,” ujarnya.
Dia mengungkapkan ketergantungan terhadap kedelai impor masih tinggi, karena kedelai lokal masih belum mencukupi. Padahal kualitas kedelai lokal tidak kalah dengan impor, malah lebih bagus dan memiliki kelebihan wangi.
"Hanya penanganan pascapanen yang buruk menyebabkan kualitas kedelai itu berkurang dan akhirnya malah ada yang tidak suka terhadap kedelai lokal."
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar Ferry Sofwan mengakui kebutuhan pengusaha tahu tempe atas kedelai impor masih sangat tinggi. "Kebutuhan kedelai di Jabar sendiri cukup besar, yakni mencapai 216.000 ton per tahun," ungkapnya.
Menurutnya, Jabar mengambil porsi 9% dari kebutuhan kedelai nasional yaitu 2,5 juta ton per tahun. Sedangkan dilihat dari angka produksi kedelai nasional hanya 800.000 ton per tahun.
Ferry mengatakan angka ini hanya memenuhi 34% kebutuhan kedelai nasional sehingga sisa sebanyak 66% harus mengandalkan kedelai impor. "Karena mengandalkan impor itulah, harga kedelai menjadi fluktuatif mengikuti gejolak ekonomi dunia, khususnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat," paparnya.
Ferry mengungkapkan, saat ini Jabar memiliki. 172.000 hektare lahan pertanian yang bisa digunakan untuk menanam kedelai. Dia berharap lahan yang kini masih ditanami padi, setelah musim panen padi bisa ditanami kedelai.
Sementara itu, Anggota Dewan Pakar Forum Ekonomi Jabar Nursuhud menilai untuk swasembada kedelai harus dimulai dengan meyakinkan para petani dengan memberikan fasilitas sarana pertanian dan kepastian hasilnya bisa diserap Bulog.
Selain itu, pemda di Jabar juga harus membuat klasterisasi lahan agar jelas perutukan penanaman dari komoditas yang akan dikembangkan tersebut.
"Tingkat pemahaman dan keterampilan petani juga harus seragam dengan menurunkan penyuluh yang ahli mulai dari pengembangan benih, pemilihan pupuk dan pestisida, pengaturan pola tanam sampai antisipasi dari gangguan tanaman."
Harga Tahu Tempe Bakal Melejit
Bisnis.com, BANDUNG - Koperasi Perajin Tahu dan Tempe Indonesia (Kopti) Jabar mempersilakan anggotanya untuk menaikan harga jual sekitar 15%-20% dari harga awal. Kopti Jabar Asep Nurdin mengatakan aksi mogok produksi selama 3 hari tidak menghasilkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 jam yang lalu