Bisnis.com, JAKARTA - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kesulitan melakukan inovasi dalam pengembangan usaha apabila kekayaan BUMN tidak dipisahkan dengan kekayaan negara, sehingga berpotensi kehilangan peluang bisnis yang potensial.
Erwin Nasution, Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara IV mengatakan melekatnya status keuangan negara terhadap keuangan BUMN menyebabkan manajemen ragu dan takut dalam mengambil keputusan bisnis atau mislead judgement.
“Misalnya kapan memutuskan melakukan penjualan produk, atau kapan melakukan beli, sehingga apabila salah langkah akan memberikan kerugian negara. Muaranya, kami malah dituduh melakukan korupsi,” ujarnya, seusai sidang uji konstitusi, Rabu (4/9/2013).
Dengan situasi seperti itu, lanjutnya, menyebabkan manajemen BUMN dalam pengambilan keputusan akan selalu meminta pendapat dari pihak-pihak terkait misalnya, kejaksaan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), konsultan hukum dan keuangan.
Dengan sistem pengambilan keputusan bisnis tersebut, menurutnya, manajemen BUMN akan kehilangan momentum bisnis dan biaya yang melonjak akibat molornya pengambilan keputusan secara tepat.
Erwin mencontohkan persentase penguasaan lahan perkebunan oleh BUMN terus mengalami penurunan. Dia mengklaim persentase penguasaan lahan dari perkebunan rakyat mengalami kenaikan sejak 1990-2009 yakni 48% dari sebelumnya 26%.
Sementara itu, penguasaan lahan perkebunan dari perusahan swasta sebesar 44% dari sebelumnya 41%. Berbanding terbalik, perusahaan BUMN justru turun menjadi 8% dari seblumnya 33%.
“Ini artinya, manajemen BUMN dalam pengambilan keputusan pengembangan lahan tidak secepat atau seagresif manajemen perusahaan swasta lainnya,” katanya.