Bisnis.com, JAKARTA--Transparansi Anggaran (Fitra)) dan pemerhati Migas mengusulkan audit SKK Migas dilakukan oleh tim gabungan karena ditengarai telah terjadi penyimpangan dalam penentuan pembeli gas sejak lembaga itu bernama BP Migas.
"Tim gabungan tersebut terdiri dari BPK, KPK, PPATK dan unsur masyarakat," ujar Koordinator Fitra, Uchok Sky Khadafi, Rabu (4/9/2013).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memastikan akan mengaudit investigasi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang kini berganti nama menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
" BPK akan menindaklanjuti untuk audit investigasi soal BP Migas yang sekarang menjadi SKK Migas," kata anggota VII BPK Bidang BUMN dan BP/SKK Migas, Bahrullah Akbar, akhir pekan lalu.
Audit tersebut sebagai respon atas permintaan DPR dan sejumlah kalangan agar BPK untuk mengaudit investigasi BP Migas sejak kepemimpinan R Priyono hingga Rudi Rubiandini. Menurut Akbar, permintaan anggota DPR soal SKK Migas harus ditanggapi positif selama untuk kepentingan nasional.
Pemerhati migas/mantan konsultan Trafigura, perusahaan trader migas, Yusri Usman, mensinyalir telah terjadi kongkalikong dalam penentuan siapa pembeli gas.
Padahal, menurutnya, pembeli gas kebanyakan cuma trader yang hanya ingin mendapat rente alias broker.
“Mereka tidak memiliki infrastruktur pipa maupun pengolah gas menjadi gas padat atau gas alam cair. Yang terjadi kemudian adalah, mereka sekedar memburu alokasi untuk kemudian dijual kepada trader gas yang memiliki infrastruktur.” paparnya secara terpisah.
Selain pemilihan langsung, penjualan gas oleh SKK Migas selama ini juga dilakukan dengan penunjukan langsung kepada daerah penghasil migas yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau perusahaan daerah (Perusda).
Mekanisme formal yang tertulis menyatakan bahwa bila ada lebih dari satu BUMN/Perusda maka dilakukan pembicaraan antara BUMD itu untuk menentukan pembelinya.
“Model pembicaraan ini sangat rentan menimbulkan penyimpangan,” ujar Yusri. Dia menambahkan lantaran itu, katanya, sudah saatnya dibuat mekanisme penentuan alokasi gas menjadi lebih transparan dan terbuka. (Antara/if)