Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Konstruksi Indonesia (AKI) meminta keberpihakan kebijakan pemerintah bagi para pebisnis terkait dengan depresiasi rupiah.
Ketua Umum AKI Sudarto mengatakan kondisi depresiasi rupiah tersebut niscaya akan menyebabkan naiknya biaya-biaya material utama konstruksi, baik impor maupun material industri lokal.
Menurutnya, dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan barang konstruksi nasional yang masih minim, pilihan untuk mengimpor material konstruksi jelas akan menjadi tambahan beban bagi penyelesaian proyek-proyek yang tengah atau akan dilaksanakan oleh kontraktor.
“Material impor seperti peralatan power plant dan Aspal telah naik harganya mengikuti dengan apresiasi US$ terhadap rupiah. Barang industri lokal yang mengandung material bahan impor, seperti baja plate, baja profile, marmer, granit, dan gypsum juga naik,” katanya di Jakarta, Senin (2/9).
Dia menegaskan jika dampak kenaikan harga material tidak dapat ditanggulangi dengan cara yang tepat, maka pencapaian target pekerjaan pembangunan proyek-proyek akan terkendala.
“Keuntungan bersih hanya berkisar 2%-5%. Jika tergerus kerugian akibat kenaikan harga sampai 13%, bisa berhenti setelahnya,” urainya.
Untuk itu, AKI berharap pemerintah dapat mengambil kebijakan yang berpihak kepada para pelaku konstruksi. Dia meminta pemerintah bisa memberikan penyesuaian harga secara penuh, termasuk bagi proyek tahun tunggal.
“Juga bagi pemberi kerja non pemerintah dapat memberikan penyesuaian harga yang wajar bagi proyek yang berjalan, termasuk proyek nasional strategis seperti pembangkit listrik. Jika tidak tercapai kesepakatan, Kontraktor diperbolehkan berhenti tanpa dikenakan sanksi,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal AKI Zali Yahya mengungkapkan kondisi meningkatnya harga material sangat berpotensi menghadirkan para spekulan.
“Saya belum bisa menentukan besaran kenaikan harga, karena stabilitas pasar belum tercapai. Tapi sudah banyak spekulan dengan price yang tidak benar. Pemerintah harus bisa mengatasi trader nakal ini,” terangnya.
Dia mengungkapkan pemerintah seharusnya mengambil langkah tepat yang berpihak pada pelaku sektor konstruksi, sebab sumbangsihnya besar terhadap Produk Domesti Bruto (PDB).
“Pemerintah harusnya memberikan garansi, misalnya bagi harga aspal dalam setahun, sehingga itu tidak lagi dipermainkan dengan permintaan dan penawaran. Atau juga dengan instrumen lain, misalnya suku bunga fix untuk konstruksi atau pengurangan PPh menjadi 2%,” jelasnya.
Dia menambahkan untuk jangka panjang pemerintah perlu melakukan pembinaan yang lebih khusus dan menyeluruh kepada sektor konstruksi. “Kalau bisa, konstruksi ini boleh memiliki Kementeriannya tersendiri,” imbuhnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Hermanto Dardak menegaskan tidak akan memberikan penyesuaian bagi kontrak konstruksi terkait dengan pelemahan nilai tukar rupiah.
Dia berharap para penyelenggara proyek konstruksi dapat melakukan optimasi dan efisiensi dalam menghadapi peningkatan biaya tersebut.