Bisnis.com, JAKARTA - Pemerhati koperasi dari Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia memastikan belum ada perubahan signifikan terhadap operasional koperasi simpan pinjam setelah adanya UU No. 17/2012 tentang Perkoperasian.
Jabaruddin Johan, mantan Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I), mengatakan setelah 9 bulan kelahiran undang-undang perkoperasian terbaru tersebut, ternyata belum ada perubahan signifikan yang bisa meningkatkan kinerja.
”Sesuai hasil pemantauan kami, belum ada koperasi simpan pinjam (KSP) yang benar-benar melaksanakan kewajibannya menjadikan calon anggota menjadi anggota penuh mereka,” tegasnya kepada Bisnis, Selasa (13/8/2013).
Makna dari peraturan undang-undang itu setiap operasional KSP hanya bisa melayani anggota. Namun, dalam prakteknya non anggota juga tetap dilayani untuk melakukan transaksi penggalangan dana maupun untuk menyalurkan pembiayaan.
Adapun, penegasan undang-undang tersebut, setiap orang yang berstatus non anggota maupun calon anggota setiap KSP, wajib ditingkatkan statusnya menjadi anggota maksimal dalam waktu 3 bulan setelah undang-undang disahkan pada 28 Oktober 2012.
Itu artinya, papar Jabaruddin, UU No. 17/2012 yang digodok pemerintah bersama anggota legislatif belum ada maknanya bagi perkembabgan perkoperasian nasional. Karena itu dia mengimbau agar efektivitas undang-udang itu segera dilaksanakan.
Sampai saat ini ada beberapa gerakan secara individu maupun kelembagaan menggugat undang-undang perkoperasian tersebut. Akan tetapi, Koperasi Wanita (Kopwan) Setia Budi Malang, Jawa Timur bahkan lebih awal melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.