Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan akan merevisi Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap No. 5/2013 yang mengatur Fisheries Certificate of Origin (FCO) guna merespon ketentuan baru dari NOAA Amerika Serikat.
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Saut Hutagalung menuturkan KKP telah berkoordinasi dengan asosiasi terkait aturan baru terkait program pelacakan dan verifikasi tuna dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) AS.
Pasalnya, mulai 13 Juli 2013, penangkapan tuna di luar kawasan Eastern Tropical Pasific Ocean (ETP) harus disertai pernyataan dari kapten kapal bahwa proses penangkapan menerapkan prinsip dolphin-safe. Artinya dalam penangkapan tuna tidak ada lumba-lumba yang terluka parah ataupun terbunuh.
"Terkait aturan captain's statement NOAA, Ditjen P2HP sudah mengadakan rapat dengan Ditjen Perikanan Tangkap KKP dan asosiasi tuna pada Selasa (23/7). Sebagai syarat baru masuk pasar AS, KKP dan asosiasi sepakat akan memenuhinya," ujar Saut dalam pesan singkat kepada Bisnis, Kamis malam (26/7/2013).
Adapun, tindak lanjut yang akan dilakukan, lanjut Saut, a.l. KKP dan asosiasi akan melakukan sosialisasi aturan baru itu kepada pelaku usaha penangkapan tuna.
"Selain itu, kami akan merevisi Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap no.5/2013 yang mengatur a.l Fisheries Certificate of Origin (FCO), akan ditambahkan tentang captain's statement," imbuhnya.
Saut menuturkan FCO merupakan syarat wajib dari orrganisasi pengelolaan tuna regional (IOTC dan CCSBT) dan nantinya captain's statement merupakan form tambahan yang akan dilampirkan pada FCO.
Sebelumnya, Asosiasi Tuna Indonesia mengimbau Ditjen Perikanan Tangkap KKP segera melakukan sosialisasi kepada semua pemilik kapal dan tuna landing center/transit mengenai ketentuan baru ini.
"Sehingga saat UPI minta tanda tangan kapten kapal tidak mendapatkan kesulitan. Selama ini masalah dokumen hasil tangkapan yang diperlukan untuk ekspor dianggap bukan urusan transit atau pemilik kapal," ungkapnya.