Bisnis.com, JAKARTA - PT Ecogreen Oleochemicals, perusahaan yang bergerak di bidang industri oleochemical, sejak awal bulan lalu menghentikan produksinya lantaran kekurangan pasokan gas yang dijadikan sebagai bahan baku.
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan Ecogreen sudah kekurangan pasokan gas sejak beberapa bulan lalu lantaran krisis pasokan gas yang terjadi di Medan, Sumatra Utara.
Pabrik yang menghasilkan fatty acid 45.000 ton/tahun, fatty alcohol 350.000 per tahun, serta glycerine 24.000 ton/tahun ini membutuhkan gas 1 juta kaki kubik per hari (MMscfd).
“Sekarang produksinya berhenti karena gak ada pasokan. Mulai berhenti sejal 1 Juli 2013,” kata Panggah di kantor Kemenperin, Senin (22/7/2013).
Menurut Panggah, sejak awal 2013, krisis gas terjadi di Medan. Selama ini, industri di Medan mendapat pasokan gas dari ladang gas Pangkalan Susu, Sumatera Utara milik Pertamina EP dan ladang gas Glagah Kambuna, Sumatera Selatan yang dioperasikan oleh Pertamina EP bersama Salamander Energy NSL dan disalurkan PGN.
Namun, sekarang, pasokan gas dari kedua lapangan tersebut menurun drastis. Belum lagi, gas dari PT Pertiwi Nusantara Resources (mitra PGN) yang sudah habis pada Maret lalu, padahal kontraknya berlaku hingga 2015.
“Pada intinya, gas yang habis ini mematikan industri. Industri sudah kontrak dengan PGN, bila tidak diambil akan terkena take or pay, sehingga harus bayar minimum,” lanjut Panggah.
Adapun saat ini, lanjut Panggah, hanya ada satu pasokan gas yang masih dalam tahap eksplorasi yang kemungkinan bisa disalurkan. Namun sayang, pasokan gas hanya sekitar 4 Mmscfd-6 MMscfd. Sementara, banyak industri lain dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang juga menginginkan gas tersebut.
Lapangan gas tersebut merupakan lapangan gas Benggala yang dikelola oleh PT Pertamina EP. Pertamina EP sendiri menyiapkan anggaran sebesar US$1,5 juta untuk mempercepat produksi gas dari Sumur Benggala guna memenuhi pasokan gas di Medan, Sumatra Utara.
“Karena banyak yang menginginkan, mereka jadi khawatir tidak bisa mendapatkan gas tersebut.” Di sisi lain, pihaknya tidak tahu kapan produksi gas dari Benggala bisa mengalir. Sempat ditargetkan, sumur bisa berpoduksi tahun ini.
Yang lebih disayangkan, sebelumnya Ecogreen sedang dalam posisi yang bagus, lantaran Komisi Eropa membebaskan Ecogreen dari Bea Masuk Antidumping (BMAD) Uni Eropa. Namun begitu, masalah selesai, malah mendapatkan masalah baru, yakni kekurangan pasokan gas.
“Begitu mereka mau jalan, malah tidak bisa karena tidak ada gas.” Panggah berharap, industri seperti Ecogreen bisa diprioritaskan. Pasalnya, penggunaan gas oleh Ecogreen digunakan untuk bahan baku, bukan bahan bakar. Bila bahan bakar, masih bisa menggunakan sumber energi lain seperti biomass atau batu bara.
Ketika ditemui terpisah, Owner Djarum Group Robert Budi Hartono tidak ingin berkomentar. “Maaf ya,” kata Robert yang juga salah satu pemegang saham di Ecogreen.