Bisnis.com, JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materi atas UU Sistem Budidaya Tanaman akan berdampak positif bagi kedaulatan benih Indonesia.
Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia (SPI) Achmad Ya’kub mengatakan pascaputusan petani kecil bisa dapat varietas atau benih unggul melalui pemulian tanaman sendiri.
Proses pengumpulan, pencarian, dan pendistribusian benih lokal dan atau plasma nutfah di komunitas petani juga bisa dilakukan.
“Sebelumnya petani bisa dikriminalisasi apabila melakukan hal tersebut tanpa izin pemerintah,” kata Ya’kub dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Minggu (21/7/2013).
Dia mengatakan sejak 2004 belasan petani pemulia tanaman pangan mengalami kriminalisasi dan dipenjara akibat Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (UU SBT).
UU tersebut sangat mengancam ribuan petani pemulia tanaman serta telah menjadi biang kerok bagi ketergantungan jutaan petani atas bibit pabrikan beserta turunannya (pupuk kimia/pestisida, dan lain-lain).
“Jadi, sudah seharusnya petani-petani yang menjadi korban kriminalisasi akibat UU SBT ini yang ditangkap, dipenjara, dan diintimidasi akibat kegiatan pemuliaan, pengumpulan, dan distribusi benih segera direhabilitasi, baik di hadapan hukum maupun publik,” ujar Ya’kub.
Menurutnya, UU SBT ini sangat didominasi oleh kepentingan perusahaan benih besar bersertifikat. Akibatnya, petani kecil bergantung pada benih perusahaan besar karena harganya relatif tinggi. Selain itu, benih-benih yang dibuat oleh perusahaan membutuhkan asupan pupuk kimia dan pestisida yang banyak.
Diversivitas benih semakin hilang, banyak benih yang kurang cocok dengan daerah lokal masing-masing. Hal ini sangat berpotensi memusnahkan benih lokal galur murni.
Sebaliknya, benih yang dimuliakan oleh petani tidak mungkin untuk menghancurkan pertaniannya sendiri. Petani pasti ingin yang terbaik.
Jadi, menurut Ya’kub, untuk mendapatkan benih terbaik sudah seharusnya pemerintah membantu petani, bukan justru membatasi dengan izin dan peraturan yang menyulitkan bahkan sampai mengkriminalkan petani.
“Benih petani tentunya ramah lingkungan dan sehat untuk siapa saja. Dan, pastinya putusan MK tersebut tentu akan menambah keyakinan untuk mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia,” papar Ya’kub.
Jumat (18/07/2013) Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan judicial review UU SBT yang diajukan Serikat Petani Indonesia (SPI), IHCS, Bina Desa, API, IPPHTI, Field Indonesia, KRKP, AGRA, Sawit Watch, SPKS, dan individu petani yakni Kunoto dan Karsinah.
Keputusan yang dibacakan oleh Ketua MK Akil Muchtar bersama delapan hakim konstitusi lainnya menyebutkan bahwa pasal 9 ayat 3, pasal 12 ayat 1 dan 2, dan pasal 60 bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat alias tidak berlaku.