BISNIS.COM, JAKARTA—Badan Pemeriksa Keuangan segera melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas kinerja dan pelayanan pelabuhan, khususnya Tanjung Priok, menyangkut waktu tunggu kontainer atau dwelling time barang impor.
“Kami akan melihat secara menyeluruh dan komprehensif apa yang sebenarnya terjadi di sana,” ujar Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo, Selasa (9/7/2013)).
Menurut Hadi, lamanya dwelling time, sebagai salah satu indikator efisiensi pelabuhan, sebetulnya adalah masalah klasik. Namun dalam satu semester terakhir semakin menjadi-jadi.
Dengan PDTT atau yang populer disebut audit investigasi itu, dia berharap BPK dapat memberikan rekomendasi yang jitu dan terbaik untuk membereskan berbagai persoalan di pelabuhan, terutama Priok.
Sebelumnya terungkap selama 2 bulan terakhir terdapat kenaikan dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok. Alhasil, tingkat kepadatan terminal peti kemas di Priok pun meningkat, ditandai dengan YOR(yard occupancy ratio) lebih dari 110%.
Per akhir Juni, dwelling time di Priok naik menjadi lebih dari 8 hari untuk rata-rata seluruh jalur dari semula 4 hari, dan lebih dari 17 hari khusus untuk jalur merah.
Dari total 17 hari tersebut, 11 hari di antaranya habis hanya untuk customs clearance, 6 hari sisanya dibagi untuk pre dan post-clearance.
Padahal, Januari lalu, pemerintah menargetkan dwelling time di Priok selama 4 hari pada April 2013.
Target itu lalu dipertajam kembali pada Mei, saat Presiden Yudhoyono mengunjungi acara groundbreaking Terminal Kalibaru Priok, menjadi 3 hari.
Atas situasi ini, awal bulan ini sejumlah pelaku usaha a.l. Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) melayangkan protes ke otoritas pelabuhan dan ke otoritas pabean di Priok.
Depalindo juga melaporkan buruknya pelayanan Bea dan Cukai (BC) ke Ombudsman RI.
Ombudsman pun langsung membentuk tim dan melakukan inspeksi ke Priok, hampir bersamaan dengan inspeksi yang secara terpisah dilakukan tim dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan.
Hanya 3 hari setelah rangkaian inspeksi, tanpa diduga, Minggu malam (7/7) Menteri Keuangan M. Chatib Basri menugaskan Wakil Menteri Keuangan II Mahendra Siregar 'mengambil alih' Kantor Pelayanan Utama BC Priok dan berkantor di sana setidaknya 2 hari dalam sepekan.
Mahendra diminta memimpin penambahan staf dan perpanjangan layanan pabean di Priok hingga pukul
23.00 dari semula 16.00, memperbaiki sistem manajemen risiko, memfasilitasi sinergisitas antarlembaga di pelabuhan, dan menyelesaikan penumpukan kontainer.
Ekonom Sustainable Development Indonesia Dradjad H. Wibowo menyatakan kunci perbaikan di pelabuhan dan terutama Ditjen BC adalah pada orang dan sistem berupa penyederhanaan dan debirokratisasi.
Deputi V Menko Perekonomian Edy Putra Irawadi mempersilakan BPK melakukan tugasnya. Namun, dia menyarankan agar tidak hanya memeriksa aspek pelaksanaannya tetapi juga dari aspek kondisi
pelabuhan dan perdagangan serta sinergisitas antarinstitusi yang beroperasi di pelabuhan.
Menanggapi derasnya kritik soal buruknya sistem manajemen risiko kepabeanan, Dirjen BC Agung Kuswandono mengatakan pihaknya sulit mempercayai importir sehingga porsi pemeriksaan di jalur merah cukup besar, yakni 25% dari total barang yang masuk.
"Laporan surveyor ternyata bisa ‘dikadali’. Itu beberapa kali terjadi," katanya. (ra)