BISNIS.COM, JAKARTA—Penggunaan gas dari Lapangan Jambaran, Tiung Biru, Blok Cepu untuk PT Petrokimia Gresik (PKG) diklaim lebih ekonomis dibandingkan dengan gas dari Lapangan MDA-MBH yang dikembangkan Husky-CNOOC Madura Ltd.
Rudi Rubiandini, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan dengan asumsi eskalasi kenaikkan 3% per tahun, harga gas dari Lapangan MDA-MBH sebenarnya mencapai US$7,4 per juta per MMbtu.
Sementara itu, harga gas dari dari Lapangan Jambaran, Tiung Biru masih bisa lebih rendah dari US$8 per Mmbtu. Pasalnya, SKK Migas masih melakukan evaluasi untuk menurunkan harga gas tersebut.
“Dengan produksi yang sebesar 85 Bbtud, gas dari Lapangan MDA-MBH diperkirakan hanya bertahan selama 9 tahun, atau setara dengan 1 train pabrik pupuk. Kalau gas dari Tiung Biru kan produksinya 185 Bbtud, sehingga bisa memasok selama 17 tahun atau setara dengan 2 train pabrik pupuk dengan jangka waktu dua kali lipat lebih lama,” katanya hari ini, Jumat (5/7/2013).
Rudi menjelaskan hingga saat ini sebenarnya belum ada perjanjian jual beli gas (PJBG), sehingga belum ada harga yang pasti untuk gas dari lapangan Jambaran, Tiung Biru dan Lapangan MDA-MBH.
Harga sebesar US$6,5 per MMbtu dari Lapangan MDA-MBH merupakan estimasi terendah yang diberikan Husky-CNOOC Madura Ltd. Hal itu juga masih harus ditambah dengan cost recovery yang diajukan perusahaan lebih dari 35% dari penerimaan kotornya, sementara aturan menyebut patokan tertinggi untuk cost recovery adalah 35% dari pendapatan kotor.
Infrastruktur untuk membawa gas dari Tiung Biru ke PKG, lanjut Rudi, saat ini juga lebih baik dibandingkan dengan infrastruktur gas dari MDA-MBH. Alasannya, gas dari lapangan MDA-MBH harus menggunakan pipa gas milik pihak ketiga yang keandalannya belum dapat dipastikan, karena sudah berusia lebih dari 19 tahun.
Menurutnya, gas dari Tiung Biru dapat dialirkan melalui Pipa Gresik-Semarang milik PT Pertamina Gas yang sedang dibangun. Dengan begitu, PKG tingga membangun jaringan pipa tambahan dengan jarak yang tidak terlalu jauh.
“Kalau gas dari Tiung Biru digunakan PKG, maka gas dari Lapangan MDA-MBH dapat dimanfaatkan untuk industri di Banyuwangi dan sistem kelistrikan di Bali yang selama ini masih menggunakan BBM [bahan bakar minyak],” ungkapnya.
Seperti diketahui, selama ini pembangkit listrik di Bali masih menggunakan BBM dengan perkiraan biaya sebesar Rp4 triliun per tahun. Dengan masuknya gas dari lapangan MDA-MBH, maka Pemerintah dapat menghemat pengeluaran tersebut karena mengganti penggunaan BBM dengan gas.
Saat ini sendiri alokasi gas untuk pupuk telah memenuhi pasokan untuk 12 kontrak dengan volume sebesar 743 Bbtud. Bahkan ke depannya alokasi gas untuk pupuk akan ditambah 5 kontrak untuk 5 pabrik pupuk yang sedang dikembangkan, yakni Pupuk Kaltim-5, PKG-2, Pupuk Sriwijaya-IIB dan IIIB, serta Pupuk Kujang-IC.
Sebelumnya, PKG menilai pengalihan pasokan gas dari lapangan MDA-MBH menjadi dari Lapangan Jambaran, Tiung Biru untuk PKG tersebut berpotensi merugikan Negara, karena badan usaha milik Negara (BUMN) itu harus membayar lebih mahal. Alasannya, selisih harganya diperkirakan mencapai US$60,81 juta per tahun.