BISNIS.COM, JAKARTA – Pemerintah akan mendorong investasi industri hilir ke luar Jawa dalam revisi aturan daftar negatif investasi.
Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan Edy Putra Irawadi mengatakan sejumlah bidang usaha akan terbuka bagi penanaman modal, tetapi dengan syarat didirikan di luar Jawa.
Beberapa bidang usaha itu, a.l. industri hilir pertambangan, perkebunan, pertanian, kehutanan dan industri farmasi. Hal itu dilakukan agar industri pengolahan tak menumpuk di Jawa.
“Kami mendorong sejalan dengan program MP3EI di Kalimantan, Sulawesi. Misal, kalau mau melakukan hilirisasi industri minerba (mineral dan batu bara), ya silakan di sana,” ujarnya, Rabu (3/7).
Seperti diketahui, Perpres No 36/2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang berlaku saat ini tak mencantumkan klausul persyaratan bahwa suatu bidang usaha harus didirikan di luar Jawa.
Beleid itu sekadar menyebutkan bahwa suatu bidang usaha hanya dapat didirikan di lokasi tertentu yang tidak bertentangan dengan peraturan daerah, misalnya usaha pembibitan dan budidaya babi dengan jumlah lebih dari 125 ekor.
Bidang usaha hotel bintang satu dan dua, hotel melati, restoran, jasa boga atau katering, biro perjalanan wisata, jasa konvensi, pameran, dan perjalanan insentif, usaha jasa impresariat, pengusahaan obyek wisata budaya, bar atau kafe, ketangkasan, pun diarahkan berada di lokasi tertentu selama tidak bertentangan dengan perda.
Hanya jasa akomodasi lain, seperti motel dan lodging service, yang diarahkan spesifik harus berlokasi di Indonesia bagian timur, yakni Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Usaha lapangan golf dengan kepemilikan asing 100% juga harus didirikan di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Bengkulu dan Jambi.
Sementara itu, bidang usaha lainnya tak diarahkan untuk berada di lokasi tertentu. Regulasi hanya mengatur pencadangan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), kemitraan, kepemilikan modal asing dan modal dalam negeri 100%.
Edy menuturkan draf revisi Perpres No 36/2010 sedang digodok oleh Timnas Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (PEPI) di bawah Kemenko Perekonomian.
Pihaknya akan kembali melakukan pembahasan teknis pada Jumat (5/7) guna menyisir apakah bidang usaha tertentu perlu dibuka lebih luas untuk penanaman modal asing atau dipertahankan sebagaimana diatur dalam regulasi saat ini.
“Kita akan melihat konten publiknya ada atau tidak. Karena mereka yang tidak diterima oleh BKPM larinya ke kantor ini (Kemenko Perekonomian), seperti perusahaan kurir asing, perusahaan logistik asing. Kekhawatiran mereka, prinsip-prinsip itu hilang,” ujarnya.
Sebagai contoh, Perpres No 36/2010 hanya memperbolehkan kepemilikan asing 49% terhadap jasa ekspedisi muatan pesawat udara dan jasa pengurusan transportasi.
Porsi yang sama juga diberikan kepada angkutan barang petikemas, barang umum, barang berbahaya, barang alat berat dan angkutan laut dalam negeri.
Edy menuturkan pihaknya berada pada posisi mempertahankan porsi tersebut, tetapi masih terbuka kemungkinan perubahan pada 5 Juli.
Kemenko Perekonomian menargetkan revisi beleid DNI rampung Juli ini sehingga dapat disahkan Presiden pada Agustus.