BISNIS.COM, JAKARTA--Produsen kopi instan dalam negeri mendesak pemerintah untuk segera melakukan revisi Standar Nasional Indonesia (SNI) kopi instan dan menerapkannya secara wajib untuk menekan impor. Pasalnya, selama ini meski nilai ekspor kopi instan Indonesia meningkat, dan impor menurun, tapi produsen khawatir tak mampu bersaing dari sisi harga.
Tak hanya itu, impor kopi instan yang sebagian besar berasal dari negara tetangga di Asia Tenggara, dinilai memiliki kualitas rendah. Sebelumnya, SNI kopi instan yang diberlakukan sejak 1992 belum diberlakukan wajib dan penerapannya kurang ketat.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian ekspor kopi olahan pada 2011 mencapai lebih dari US$268,6 juta dan pada tahun lalu meningkat 17,49% menjadi US$315,6 juta. Nilai ekpor tersebut didonimasi oleh kopi instan, ekstrak, esens, dan konsentrat kopi. Beberapa tujuan ekspor yakni Mesir, Afrika Selatan, Taiwan, Malaysia, Filipina, dan Singapura.
Untuk impor, pada 2011 nilainya mencapai lebih dari US$78 juta dan menurun 19,01% pada 2012 menjadi US$63,2 juta. Ketua Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) Hutama Sugandhi menyebutkan beberapa negara pengimpor ke Indonesia yakni Malaysia dan Thailand. Saat ini berdasarkan data GAEKI terdapat lima produsen kopi instan dalam negeri.
"Kalau untuk ekspor, kualitas produk dari kelima produen sudah tidak ada masalah, sudah di atas standar semua," ujar Hutama pada Selasa (25/6).
Adapun, kata Hutama, pada penerapan SNI kopi instan sebelumnya, hanya dilakukan pemberian contoh produk dan dianalisis. Hal ini mempunyai celah untuk kecurangan penggantian produk saat dianalisis.
Namun, melalui penerapan SNI wajib, semua produk impor harus masuk karantina terlebih dahulu untuk mencegah kecurangan. Ada tiga kriteria analisis produk pada SNI wajib kopi instan yang akan lebih ketat diterapkan yakni fisik, kimia, dan mikrobiologi (bakteri).