BISNIS.COM, JAKARTA -- Hingga perjanjian kontrak karya (KK) akan berakhir 2021, PT Freeport Indonesia menyanggupi untuk membagikan 20% saham ke pemerintah dan berencana untuk menawarkan ke pasar modal.
"Dengan kemungkinan yang sedang dibicarakan adalah penawaran saham ke pasar modal," ujar Dirut PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto, Rabu (19/6).
Selain pembagian saham, pembahasan yang diadakan bersama dengan pemerintah dan pemerintah daerah Provinsi Papua tersebut, membahas mengenai renegosiasi yang lain.
Freeport masih menyatakan keberatan mengenai pemurnian yang harus dilakukan selambatnya tahun depan. Perusahaan tambang emas tersebut tetap menawarkan kerja sama untuk menyusun studi kelayakan (feasibility studies/FS). FS tersebut akan membahas secara detail mengenai teknis yang dibutuhkan.
Renegosiasi yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah mengenai luas lahan tambang perusahaan tersebut seluas 212.000 ha. Posisi luas wilayah tambang mereka saat ini sebesar 148.000 ha. Padahal, dalam UU No.4/2009 KK hanya diperbolehkan menggunaka luas lahan seluas 25.000 ha.
Mengenai hal ini, perusahaan tersebut mengatakan telah mendapat persetujuan pemerintah. Hal tersebut karena mereka menganggap luas wilayah tersebut untuk mendukung wilayah yang masih berpotensi dan dapat dikembangkan dengan pihak lain.
"Kami pun juga menyetujui pajak 35% yang diharuskan. Awalnya perusahaan pusat tidak setuju, tetapi kami tetap memegang pada nilai pajak dari pemerintah," ujar Rozik.
Dia mengatakan, investasi yang perusahaan asal Amerika tersebut butuhkan hingga 2021 sebesar US$10 miliar. Mereka masih akan merencanakan pengajuan lanjutan produksi dengan ketentuan KK 2x10 tahun tambahan. Dengan demikian, pada 2041 investasi Freeport akan bertambah US$16 milliar - US$18 miliar.
Selama 40 tahun ini kebutuhan suplai bahan bakar perusahaan tersebut berasal dari swasta. Dalam periode 3 tahun mendatang, Rozik mengatakan akan bekerja sama dengan Pertamina untuk suplai bahan.
Mengenai renegosiasi ini, Dirjen Mineral dan Batubara Thamrin Sihite mengatakan memang hal yang sangat kompleks. Untuk luas wilayah, masih dapat dilihat teknis apa yang dibutuhkan pelaku usaha. Masalah luas wilayah, masih dilakukan negosiasi di dalamnya.
"Kalau bisa ya 25.000 ha, tapi itu kan ada argumentasinya. Bisa melebihi 25.000 ha. Kalau ada fasilitas infrastruktur yg ga dibutuhkan ya, potong saja," kata Thamrin.
Dia mengatakan, luas wilayah merupakan negosiasi yang sangat teknis. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah masalah corporate social responsibitiy (CSR), keinginan daerah, dan keinginan suku.
Untuk pelepasan saham ke pasar modal, Thamrin mengatakan pemerintah lebih baik menunggu dan menyarankan Freeport untuk menyelesaikan divestasi dahulu.
Bupati Kabupaten Mimika Papua Abdul Muis mengatakan, membahas Freeport bukan suatu hal mudah jika dikaitkan dengan kesejahteraan masyarakat Papua. Langkah yang seharusnya diselesaikan dahulu adalah renegosiasi.
"Jika renegosiasi tersebut selesai, saya yakin permasalahan karena Freeport di Mimika akan selesai, maka hal ini harus dibahas di tingkat daerah," ujarnya.