BISNIS.COM, JAKARTA--Cost Recovery (investasi yang dikembalikan dalam industri minyak dan gas bumi) pada 2014 dapat meningkat hingga US$17,5 miliar karena munculnya berbagai aturan baru yang dikenakan kepada industri migas.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Migas (SKK Migas) Rudi Rubiandini mengatakan aturan yang mewajibkan penanaman pipa di bawah laut dan membuang limbah lumpur sumur bor di laut dalam akan berdampak pada meningkatnya cost recovery tahun depan.
Untuk melaksanakan aturan tersebut, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) harus mengeluarkan investasi tambahan. Dengan begitu, dana operasional yang diajukan dalam cost recoverynya akan meningkat.
"Saya memperkirakan cost recovery tahun depan dapat menembus US$17,5 miliar. Itu sudah termasuk untuk penanaman pipa dan pembuangan limbah di laut dalam. Tetapi saya masih khawatir teman-teman di Banggar [badan anggaran] DPR tidak mengerti hal ini," katanya usai peluncuran buku Wajah Baru Industri Migas Indonesia di Jakarta, Rabu (12/6).
Perkiraan cost recovery sebesar US$17,5 miliar itu sebenarnya sudah diusulkan kepada DPR, dimana Pemerintah mengusulkan anggaran cost recovery sebesar US$16,5 miliar hingga US$17,6 miliar dalam RAPBN 2014. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan cost recovery dalam APBN 2013 yang sebesar US$15,5 miliar.
Rudi mengungkapkan usulan cost recovery tersebut harus disetujui oleh DPR, sehingga dapat mengganti seluruh investasi yang yang dikeluarkan. Jika tidak, maka cost recovery itu harus diteruskan ke tahun berikutnya (carry over), sehingga cost recovery tahun berikutnya akan lebih besar.