BISNIS.COM, KATINGAN–Kementerian Perindustrian akan mengevaluasi jumlah sumber daya manusia yang menggeluti industri rotan dan nilai jual rotan di tingkat petani.
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Euis Saedah mengatakan evaluasi dibutuhkan untuk melihat dampak dari kebijakan pemerintah menutup keran ekspor bahan baku rotan.
“Ekspor tidak memberi nilai tambah bagi Indonesia. Bagaimana supaya petani dan pengumpul rotan menjadi bagian dari value chain industri rotan secara keseluruhan? Ini yang akan dibahas,” katanya saat menyambangi PD Katingan Jaya Mandiri di Katingan, Rabu (12/6/2013).
Dia baru saja menemui persoalan di PD Katingan Jaya Mandiri, produsen produk rotan jadi dan setengah jadi, di Katingan, Kalimantan Tengah.
Rotan mudah ditemui di sana, tetapi sumber daya manusia yang mampu menganyam rotan sulit didapat. Sebab, kebanyakan warga Katingan memilih bekerja di tambang emas ketimbang rotan.
Duwel Rawing, Bupati Katingan, sampai mengikutsertakan 30 keluarga asal Cirebon ke program transmigrasi dengan tujuan Katingan. Sebagian besar dari mereka sudah mampu menganyam secara mahir.
“Pemerintah daerah Barito Timur meminta pemerintah pusat dapat mendatangkan pengrajin rotan dari Cirebon dengan sistem transmigrasi,” kata Euis.
Selain sumber daya manusia, Euis mendapati harga rotan di tingkat petani rendah. Saat ini harga rotan sigi dan pitrit Rp140.000 per pikul. Satu pikul setara 1 kwintal rotan basah. Sebelumnya, harga rotan jenis ini mencapai Rp180.000 per pikul. Menurut pengrajin rotan bernama Dahuri, harga turun sejak ekspor ditutup. Ketika ekspor masih dibolehkan, harga jualnya sampai Rp185.000 per pikul.