BISNIS.COM, JAKARTA—Hanya 5% dari total perajin tempe yang mampu memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam membuat salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia tersebut.
Lebih dari 100.000 perajin tempe yang belum memenuhi standar tersebut dikarenakan mereka masih dalam kategori industri rumah tangga, industri skala kecil.
Ketua Forum Tempe Indonesia Made Astawan mengatakan perajin rumahan tersebut harus dibina untuk menuju kesiapan penetapan Standar Codex Tempe oleh WHO dan FAO. Rencananya, standar ini akan diterapkan mulai 2015.
“Kalau mau jujur jangankan standar Codex, SNI saja masih banyak yang belum memenuhi. Padahal tinggal tiga dari delapan langkah yang harus dilalui untuk memperjuangkan standar ini. pemerintah jangan diam saja, majukan industri tempe kita,” kata Made seusai Lokakarya Tempe Nasional, Rabu (12/6/2013).
Made mengajukan SNI sebagai standar dalam Codex. Indonesia harus menjadi pemimpin dalam penetapan standar ini. Pasalnya, jika standar ditetapkan oleh negara lain dengan kualifikasi yang tinggi, produk tempe Indonesia akan kesulitan untuk menyesuaikan.
Dia menyayangkan adanya anggapan para perajin bahwa dengan keadaan saat ini saja sudah laku. Bahkan, jika berubah mereka khawatir harga akan naik dan tidak bisa bisa banyak diserap oleh pasar.
Pihaknya akan mengedukasi produsen dan konsumen. Dari sisi produsen, FTI akan memberikan motivasi, pembinaan, dan bukti ilmiah mengenai tempe. “Pendekatannya harus secara persuasif.”
Terkait dengan permodalan, peralatan, peraturan, hingga masalah kedelai menjadi tanggung jawab pemerintah.
Sedangkan dari sisi konsumen pihaknya akan mengedukasi agar menjadi cerdas dan hanya mau membeli tempe yang higienis. Jika terjadi peningkatan konsumen untuk mendapatkan tempe yang higienis secara tidak langsung akan memberikan tekanan pada produsen.
Dia menjelaskan higienitas dimulai dari pembuat, peralatan, dan prosedurnya. Produsen harus memperhatikan proses produksi mulai dari perendaman kedelai hingga pengemasan. Misalnya, memperhatikan air yang digunakan dalam proses perendaman, lingkungan saat fermentasi, dan kemasan yang disarankan.
“Ini untuk menjaga kadar protein, cemaran logam, dan cemaran mikroorganismenya. Jangan sampai ada bakteri yang tumbuh selain Rhizopus. Jika aspek higienis dijalankan, tempe bisa tahan 2 hari dalam suhu kamar,” ucapnya.
Rencananya, Made menginginkan Rumah Tempe Indonesia (RTI) yang dijadikan sebagai role model perajin bisa dibangun di setiap provinsi. Satu unit RTI membutuhkan Rp300 juta di luar biaya lahan.